yunusst memberikan inspirasi kepada anda

Tutorial

Saturday 10 October 2020

Kepala BKPM: Ada 153 Investor Siap Masuk RI Karena UU Cipta Kerja

 

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto (tengah) didampingi (dari kiri) Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian, Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki, Menteri LHK Siti Nurbaya Bakar, Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly, Menteri Keuangan Sri Mulyani, Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah, Menteri Perindustrian Agus Gumiwang, Menteri ATR Sofyan Djalil dan Kepala BKPM Bahlil Lahadalia berfoto bersama seusai menyampaikan keterangan pers terkait penjelasan Undang-Undang (UU) Cipta<

JAKARTA, DDTCNews – Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia mengklaim terdapat 153 investor yang siap menanamkan modalnya ke Indonesia setelah pengesahan UU Cipta Kerja.

Bahlil mengatakan UU Cipta Kerja akan menjadi solusi atas beberapa keluhan dunia usaha selama ini. Setelah DPR mengesahkan UU tersebut, ia optimistis investor akan berdatangan ke Indonesia dan menciptakan banyak lapangan kerja baru.

"Bagaimana investasi ke depan pasca-UU Cipta Kerja? Perlu saya sampaikan bahwa ada 153 perusahaan yang sudah siap masuk pasca-pemberlakuan UU Cipta Kerja," katanya melalui konferensi video, Rabu (7/10/2020).

Bahlil mengatakan sejumlah persoalan yang menjadi kendala akan diselesaikan dengan UU Cipta Kerja di antaranya mengenai perizinan karena ego sektoral, aturan tumpang tindih, serta tanah yang mahal.

Menurut Bahlil, UU Cipta Kerja yang terdiri atas 186 pasal itu sebagian besar menyinggung proses perizinan secara elektronik di BKPM. Dia memastikan BKPM siap menerapkan semua ketentuan dalam UU guna mendorong investor masuk.

Saat ini, BKPM merevisi target realisasi investasi 2020 dari Rp886 triliun menjadi Rp817 triliun karena pandemi Corona. Dia meyakini target akan tercapai lantaran realisasi semester I/2020 telah mencapai Rp402,6 triliun atau 49,3% dari target.

Bahlil berharap kedatangan para investor dapat menciptakan banyak lapangan kerja atau dapat menampung 7 juta calon pencari kerja yang sebanyak 2,9 juta di antaranya adalah angkatan kerja baru setiap tahun.

Selain itu, lanjutnya, masih ada 6 juta orang lainnya yang hingga hari ini membutuhkan pekerjaan lantaran terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) akibat pandemi.

"Bagaimana cara mendapatkan lapangan kerja untuk mereka ini, undang-undang ini adalah undang-undang masa depan," ujarnya.

Bahlil juga menilai UU Cipta Kerja tidak hanya berpihak kepada investor besar, melainkan juga pelaku UMKM. Dia menyebut kebijakan itu sesuai dengan perintah Presiden Joko Widodo, mulai dari sisi perizinan hingga permodalan. 

Share:

Thursday 8 October 2020

Bos Serikat Pekerja: Anggota di wajibkan bayar iuran, 40 persennya digunakan untuk organisasi dan gaji kami

Dilansir Liputan6.com, Jakarta - Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal mengakui pihaknya menarik iuran dari anggotanya ‎di seluruh Indonesia. Hal ini dinilai wajar dan diberlakukan oleh serikat buruh di berbagai negara.

Ia menjelaskan, meski para anggota dipungut iuran, namun pihaknya selaku Presiden mampu mempertanggungjawabkan alokasi dana tersebut. Ia menilai, hal itu juga sebagai bentuk transparansi.

"Memang kita tarik iuran buruh yang menjadi anggota KSPI sebesar 1 persen dari upah sektoral, di mana dari jumlah tersebut 60 persen digunakan oleh para buruh di pabrik masing-masing dan 40 persen digunakan untuk organisasi," kata Said Iqbal di Jakarta, Senin (15/2/2016).

Dana sebesar 40 persen tersebut selama ini digunakan untuk operasional organisasi. Selain itu, sebagian dana tersebut juga digunakan untuk menggaji jumlah pegawai administrasi yang dipekerjakan di organisasi buruh tersebut.

Bentuk kegiatan lain yang dilakukan untuk mengalokasikan dana iuran itu yaitu mendidik para buruh untuk bisa melakukan negosiasi gaji dengan para pemimpinnya, bagaimana membuat perjanjian kerja bersama, dan bagaimana menentukan struktur upah yang layak.

Iqbal menegaskan, apa yang dilakukan tersebut sudah sesuai dengan aturan yang berlaku di Keputusan Menteri Tenaga Kerja. "Jadi ini memang diperbolehkan, legal," ujar dia.

Ia mencontohkan, dari Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) setiap bulannya menyetor iuran ke KSPI antara Rp 1,4 miliar-1,7 miliar. Jumlah tersebut hanyalah 40 persen dari total dana potongan 1 persen dari masing-masing gaji total anggota FSPMI di seluruh Indonesia.

"Kami juga lakukan audit, kami itu tidak main-main. Kami pakai akuntan publik yang terakreditasi juga untuk hal ini," ujar dia.

Saat ini KSPI tengah memprogram dari dana iuran tersebut untuk membangun kantor pusat. Pihaknya sudah menganggarkan pembangunan gedung mewah seharga Rp 10 miliar

Share:

Pungut Iuran Miliaran Rupiah dari Buruh, Ini Gaji Ketua KSPI

loading...
Pungut Iuran Miliaran Rupiah dari Buruh, Ini Gaji Ketua KSPI

Pungut Iuran Miliaran Rupiah dari Buruh, Ini Gaji Ketua KSPI

JAKARTA - Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) mengakui memungut dana iuran kepada para buruh yang tergabung dalam anggotanya. Sebagian uang itu diberikan untuk Presiden KSPI Said Iqbal sebagai gaji sebesar Rp6 juta/bulan.

Dia memandang, nilai tersebut tidak seberapa dan digunakan sebagai pengganti biaya transportasi dan makan dirinya. Buruh sendiri menyetor 1% dari tiap sektor per orang per bulan.

"Presiden KSPI gajinya Rp6juta/bulan, pengganti ongkos makan dan transportasi. Iuran serikat buruh 1% dari per sektor per orang per bulan," ujarnya di Jakarta, Senin (15/2/2016).

Sementara, kata Said, staf yang berada di bawah KSPI berjumlah 127 orang. Mereka juga menerima bayaran tiap bulannya hingga jutaan rupiah, bahkan staf senior melebihi gaji dirinya sebagai presiden KSPI.

"Staf bayarannya sesuai UMR, kalau staf senior bisa Rp7,8 juta/bulan. Kita tidak mungkin tidak bayar orang atau kerja cuma-cuma," katanya.

Dia mencontohkan, pungutan kepada anggota di wilayah Surabaya melalui Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) nilainya mencapai Rp1,7 miliar/bulan. Dari jumlah tersebut, 40% digunakan oleh organisasi dan sisanya dipakai anggota.

"Iuran FSPMI Rp1,4 miliar-Rp1,7 miliar/bulan. Dari itu, 40% diserahkan ke perangkat organisasi, 60% ke anggota pabrik," pungkas Said.
Share:

Monday 5 October 2020

Cetak Kalender



ikan HIU makan OPAK,, Yukk Cetak!
Kalender perlembar 5500 rupiah aja bosku,,
belum termasuk jasa desain.
(desain per item harga 10rb aja, revisi desain max 3 kali)

hub.0881445388

 

Share:

Bagaimana Soeharto Mengambil Alih Kekuasaan dari Sukarno?


Ilustrasi Sukarno & Soeharto. tirto.id/Gery

Anak petani.
Tangan besi mengganti
kuasa peci.
Pada hari ketujuh bulan Februari 1967, Presiden Sukarno mengirim dua surat kepada Soeharto. Dalam salah satu surat, Sukarno mengatakan bersedia menyerahkan kekuasaan eksekutifnya kepada Soeharto. Penyerahan itu dengan syarat: Sukarno tetap dipertahankan sebagai kepala negara yang berwenang menyatakan perang, serta mengangkat dan menerima duta besar.

Tawaran Sukarno tersebut sebenarnya tidak begitu mengherankan. Setelah penculikan dan pembunuhan jenderal-jenderal Angkatan Darat pada 30 September 1965, posisinya sebagai presiden semakin lemah.

Bung Karno, Esa Hilang Dua Tak Berbilang

Pelaku utama penculikan dan pembunuhan itu adalah Letnan Kolonel Untung—seorang komandan Cakrabirawa, pasukan khusus pengawal presiden. Untung tidak bermaksud menggulingkan Presiden Sukarno, tetapi dia dituduh melancarkan kudeta untuk kepentingan Partai Komunis Indonesia (PKI). Tiga hari setelah peristiwa tersebut, Sukarno menunjuk Soeharto, yang saat itu menjabat Panglima Komando Cadangan Strategis AD (Pangkostrad), untuk melaksanakan pemulihan keamanan dan ketertiban.

Soeharto menindaklanjuti penunjukan tersebut dengan membentuk Komando Pemulihan dan Ketertiban (Kopkamtib) pada 10 Oktober 1965. The Smiling General itu pun menjadi panglima pertamanya.

Dalam Soeharto: A Political Biography (2001), sejarawan R.E. Elson menyebutkan, salah satu langkah awal yang dilakukan Kopkamtib adalah menamai peristiwa tersebut "Gestapu" (Gerakan September Tiga Puluh). Nama itu, menurut Elson, memang kurang berbudi bahasa tetapi cukup untuk menggambarkan bahwa peristiwa tersebut merupakan sebuah gerakan politik.

Setelahnya, Untung dihukum mati. Sementara organisasinya diberangus, anggota dan simpatisan PKI pun ditangkap lalu beberapa di antaranya dihukum mati atau dibunuh. Soeharto juga menyingkirkan anggota PKI dari jajaran birokrasi kementerian dan lembaga pemerintah lainnya.

Elson mencatat sebanyak 1.334 orang terkait PKI ditangkap di Jakarta per 16 Oktober 1965. Diperkirakan lebih dari 400.000 anggota dan simpatisan partai ini tewas dibunuh tentara atau anggota organisasi masyarakat yang berafiliasi dengan musuh-musuh politik PKI pada periode 1965-1966.

Menurut Elson, cepat dan masifnya tindakan Soeharto dimotori dua motif. Pertama, motif pengakuan bahwa zaman telah berubah secara mendasar sejak 1 Oktober 1965. “PKI (yang sebelumnya kuat) terbaring bingung, tidak pasti, sangat lemah dan terkapar,” sebut Elson (hlm. 124).

Kedua, motif perhatian yang lebih strategis: kebutuhan untuk menciptakan solidaritas dan meningkatkan legitimasi. Soeharto memanfaatkan momentum Gestapu untuk menyatukan kelompok anti-komunis di belakangnya dengan memusatkan perhatian mereka kepada PKI yang dijadikan kambing hitam kudeta.


Lemah Politik dan Ekonomi

Konstelasi politik Indonesia pun tidak lagi sama setelah PKI tiada. Karen Brooks dalam “The Rustle of Ghost: Bung Karno in the New Order” (1995) mengatakan, Sukarno bertumpu bersama dua kekuatan politik besar, Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) dan PKI, dalam menciptakan stabilitas pemerintahan Demokrasi Terpimpin yang dicanangkannya sejak 1959. Menurut Brooks, Presiden Sukarno mesti berebut kekuasaan dengan tentara setelah PKI diberantas.

“Dengan keluarnya PKI dan tentara bertekad untuk menegaskan kontrol, Sukarno mendapati dirinya dan kebijakannya semakin diabaikan,” sebut Brooks.

Itu semakin terlihat sejak Sukarno meneken Surat Perintah 11 Maret (Supersemar) pada 1966. Surat perintah itu memberi mandat kepada Soeharto untuk menjamin jalannya pemerintahan dan menjaga keselamatan presiden.

Kronik ’65 (2017) yang disusun Kuncoro Hadi dan kawan-kawan mencatat, Supersemar memiliki kekuatan yuridis yang mengikat semua orang—bahkan Presiden Sukarno pun tidak bisa mencabutnya—ketika MPRS memutuskannya sebagai TAP MPRS Nomor IX/1966 pada 21 Juni 1966. Pada hari itu juga MPRS mencabut gelar Sukarno sebagai presiden seumur hidup.

Sementara itu, MPRS memberikan kewenangan kepada Soeharto, sebagai pengemban Supersemar, untuk membentuk kabinet pada 5 Juli 1966.


Dualisme Sukarno versus Soeharto di puncak kekuasaan pun tidak terhindarkan. Soeharto mampu memanfaatkan momentum sejak peristiwa Gestapu dengan menjadi Pangkopkamtib hingga mendapat mandat Supersemar. Di sisi lain, lemahnya kondisi ekonomi semasa Demokrasi Terpimpin dan berbagai demonstrasi menentang Sukarno turut membuat posisi politik presiden pertama itu semakin terdesak.

Ekonom sekaligus Wakil Presiden RI 2009-2014 Boediono dalam Ekonomi Indonesia (2017) mencatat, perkembangan dan program politik seperti Operasi Pembebasan Irian Barat dan Konfrontasi Malaysia memaksa pemerintahan Sukarno mempertahankan tingkat pengeluaran yang berakibat kian besarnya defisit APBN.

Pemerintah menggelontarkan Rp21 miliar (1963), Rp90,5 miliar (1964), hingga Rp567,1 miliar (1965) untuk membiayai Operasi Pembebasan Irian Barat dan Konfrontasi Malaysia. Angka tersebut mencakup 17,1 persen pengeluaran APBN 1964 dan 39 persen persen pengeluaran APBN 1965.

“Defisit harus dibiayai. Cara yang paling mudah adalah dengan meminjam kepada bank sentral (Bank Indonesia) yang memenuhinya dengan mencetak uang. Inilah sumber paling utama peningkatan uang beredar,” sebut Boediono.

Selain untuk menutup defisit APBN, Bank Indonesia juga menyuplai uang baru untuk pembiayaan BUMN yang kala itu menjadi pilar utama Sistem Ekonomi Terpimpin ala Sukarno. Akibatnya, peredaran uang pun membludak.

Dua kombinasi peredaran uang tersebut menciptakan inflasi yang dicatat Boediono sebesar 445 persen (1964), 592 persen (1965), hingga 635 persen (1966).

Brooks mengatakan ribuan mahasiswa turun ke jalan pada awal Januari 1966 guna menuntut penghentian kenaikan harga barang-barang kebutuhan pokok serta pembubaran PKI. Menurut Brooks, saat itulah tentara telah berhasil menggambarkan PKI sebagai kekuatan brutal dan jahat di balik G30S.

Terdesak Kudeta Merangkak

Sebulan sebelum Sukarno mengirim surat kepada Soeharto, lelaki yang mendaku penyambung lidah rakyat itu mengirim surat untuk MPRS pada 10 Januari 1967. Saat itu, MPRS diketuai Jenderal A.H. Nasution.

Dalam surat bertajuk “Pelengkap Nawaksara” itu, Sukarno menjelaskan ada tiga alasan terjadi Gestok (Gerakan Satu Oktober, nama yang disematkan Sukarno untuk menyebut peristiwa 30 September 1965 malam), yakni keblingernya pemimpin-pemimpin PKI, keahlian subversi neo-kolonialisme dan neo-imperialisme, dan adanya oknum yang tidak benar.

Istilah Nawaksara pernah digunakan Sukarno sebagai judul pidato pertanggungjawabannya kepada MPRS pada 22 Juni 1966 yang sama sekali tidak menyinggung soal G30S dan PKI. Dengan adanya surat tersebut, pidato pertanggungjawaban presiden menjadi lengkap. Namun, MPRS menolaknya.



Pada 9 Februari 1967, Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong (DPR-GR) mengajukan pelaksanaan sidang MPRS untuk memberhentikan Sukarno. Menurut Elson, saat itu lah Soeharto mendapatkan apa yang dia cari sudah hampir berada dalam genggamannya.

Sementara itu, Sukarno, sebagaimana diceritakan O.G. Roeder dalam Anak Desa: Biografi Presiden Soeharto (1984), tidak memiliki pilihan selain mengundurkan diri. "Tindakan yang menarik diri dengan sukarela—sekalipun dengan maksud tersembunyi tertentu—akan lebih baik baginya, daripada diberhentikan dari jabatan oleh lembaga tertinggi negara tersebut" (hlm. 117).

Pada 20 Februari 1967, Soeharto mencoba meyakinkan Sukarno dan para pendukungnya bahwa kekuasan sang Pemimpin Besar Revolusi telah usai. Sukarno pun berkenan menyerahkannya.

Namun, Soeharto masih curiga soal pernyataan Sukarno itu. Penyebabnya ada dalam surat yang dikirim Sukarno pada 7 Februari 1967. Di situ Sukarno menulis nama dan gelarnya secara lengkap: Presiden Republik Indonesia/Mandataris MPRS/Panglima Tertinggi Angkatan Bersenjata dan mengarahkan Soeharto untuk "melaporkan pada Presiden tentang pelaksanaan pemindahan kekuasaan ini apabila dipandang perlu". Apa yang diinginkan Soeharto adalah penyerahan kekuasaan presiden secara konstitusional.


Akhirnya, Sukarno bertekuk lutut. Ia menyerahkan kekuasaan eksekutif kepada pengemban Supersemar Soeharto di tanggal 22 Februari 1967, tepat hari ini 51 tahun lalu.

Tak lama kemudian, MPRS mencabut kekuasaan Presiden Sukarno dan menetapkan Soeharto sebagai pejabat presiden. Ketetapan itu tertuang dalam TAP MPRS No. XXXIII tahun 1967.

Kontroversi Supersemar dalam Transisi Kekuasaan Sukarno-Soeharto (2007) yang disusun Lembaga Analisis Informasi mengungkapkan manuver Seoharto mengisolasi Presiden Sukarno dari para pendukungnya.

“Sulit dikatakan Jenderal Soeharto mengkudeta Presiden Sukarno. Sebaliknya, tidak bisa juga disimpulkan jika Jenderal Soeharto sama sekali tidak mengincar jabatan Presiden,” catat buku tersebut (hlm. 11).

Sementara itu, John Roosa dalam Pretext for Mass Murder (2006) mengatakan, Soeharto menggunakan Gestapu sebagai pretext (dalih) untuk mendelegitimasi Sukarno dan mendorong dirinya sendiri ke kursi presiden. Menurut Roosa, p
engambil alihan kekuasaan negara oleh Soeharto bisa disebut creeping coup d'etat (kudeta merangkak).

"Soeharto menyelesaikan pengambilalihan kekuasaan negara di balik tabir prosedur hukum. Dia menyamarkan kudeta merangkaknya sebagai upaya yang didukung oleh Sukarno—yang secara serampangan bertentangan—untuk mencegah kudeta oleh PKI," sebut Roosa (hlm. 32).

Baca juga artikel terkait SEJARAH INDONESIA atau tulisan menarik lainnya Husein Abdulsalam
(tirto.id - Politik)

Reporter: Husein Abdulsalam
Penulis: Husein Abdulsalam
Editor: Muhammad Yunus
Share:

Thursday 1 October 2020

Tuesday 29 September 2020

Sidang Umum PBB, Indonesia Minta Vanuatu Tak Ikut Campur soal Papua

Perdana Menteri dari salah satu negara di Samudra Pasifik, Republik Vanuatu Bob Loughman mengungkit soal isu pelanggaran HAM di Papua dalam Sidang Majelis Umum PBB. Indonesia pun membantah isu itu lewat hak jawabnya.

"Saya bingung, bagaimana bisa sebuah negara berusaha mengajarkan negara lain, tapi tidak mengindahkan dan memahami keseluruhan prinsip fundamental Piagam PBB," kata Diplomat perwakilan Indonesia, Silvany Austin Pasaribu dalam pidatonya di akun Youtube PBB, Minggu (27/9/2020).


Silvany kemudian mengatakan bahwa tuduhan Vanuatu itu hal yang memalukan. Vanuatu, menurutnya, terlalu ikut campur dengan urusan Indonesia.

"Ini memalukan, bahwa suatu negara terus memiliki obsesi tidak sehat yang berlebihan tentang bagaimana seharusnya Indonesia bertindak atau memerintah sendiri," ujarnya tegas.

Silvany juga meminta Vanuatu menjalankan terlebih dahulu apa yang tercantum dalam Piagam PBB. "Sebelum hal itu dilakukan, tolong jangan menceramahi negara lain," ungkap Silvany.


Diplomat RI di PBB, Silvany Austin Pasaribu membantah Vanuatu soal Papua (Dok. Youtube PBB)
Foto: Diplomat RI di PBB, Silvany Austin Pasaribu membantah Vanuatu soal Papua (Dok. Youtube PBB)

Lebih lanjut, Silvany menegaskan bahwa Vanuatu bukanlah representasi masyarakat Papua. Dia meminta Vanuatu tak berkhayal soal Papua di Indonesia.

"Kalian bukan representasi masyarakat Papua, dan tolong jangan berkhayal mengenai hal tersebut," tegas Silvany.

Selain itu, dia juga bicara terkait masalah HAM yang kerap dipakai sebagai kedok. Dia mengungkit soal dukungan PBB kepada Indonesia.

"Indonesia akan terus berjuang melawan advokasi separatisme di balik kedok kekhawatiran HAM. Papua dan Papua Barat adalah bagian tak terpisahkan dari Indonesia sejak 1945. Hal ini sudah didukung PBB dan komunitas global sejak beberapa dekade lalu. Ini sudah final, tak dapat diubah, dan permanen," tuturnya.

Sebelumnya, Perdana Menteri Republik Vanuatu Bob Loughman mengungkit soal masalah pelanggaran HAM di Papua. Untuk diketahui, Vanuatu adalah negara di Samudra Pasifik yang masyarakatnya juga merupakan etnis Melanesia seperti Papua.

Share:

Translate

Arquivo do blog

Total Pageviews

Facebook