yunusst memberikan inspirasi kepada anda

Tutorial

Saturday 18 April 2020

Pria di Bogor Meninggal saat Salat Jumat Rakaat Kedua, Jemaah Panik Berhamburan

Pria di Bogor meninggal saat sedang salat Jumat
Pria meninggal saat sedang salat Jumat, di Bogor, Jumat (17/4). Foto: Dok. Istimewa
Jemaah masjid Al Atieq di Kampung Semplak Kaum, Desa Semplak Barat, Kecamatan Kemang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat mendadak bubar saat sedang menunaikan salat Jumat rakaat kedua.
Salat Jumat belum juga usai, jemaah berhamburan akibat salah satu makmum tiba-tiba jatuh dan terkapar di atas sajadah. Insiden itu terjadi pada Jumat (17/4). Sekretaris Desa Semplak Barat Asep Mulyadi membenarkan adanya kejadian itu.
"Pada intinya kami dari pihak desa hanya menerima laporan dari warga ketika salat Jumat ada warga yang pingsan pertama. Tetapi itu bukan warga asli Desa Semplak Barat, dia adalah warga luar yang ngontrak gitu," ujar Asep, saat dihubungi.
Asep mengatakan perangkat desa kemudian langsung menghubungi puskesmas setempat. Petugas puskesmas yang datang mengenakan APD. Setelah dicek, pria itu dinyatakan meninggal dunia.
"Sampai sekarang belum  dievakuasi. Karena memang ada SOP kita menjaga suatu hal kondisi seperti sekarang corona ini. Walaupun orang tersebut corona atau tidak," ujar dia
Asep juga mengatakan Kabupaten Bogor merupakan salah satu daerah yang menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Harusnya, pelaksanaan salat Jumat diganti dengan salat zuhur di rumah masing-masing.
Menurut Asep, warga Desa Semplak Barat sudah diimbau untuk tidak menggelar salat Jumat saat PSBB.
"Kita sudah mengimbau, ya sudah, dari kepolisian sudah, tetapi di masyarakat itu sendiri ada yang paham ada yang tidak, ini adalah satu dilema juga kadang-kadang jadi pro-kontra, ketika melaksanakan ada yang taat tidak melaksanakan bukan hanya di kita saja," kata Asep
Share:

Wednesday 15 April 2020

Ada Kabar Buruk dan Kabar Baik dari China, Mau Dengar?

Ada kabar baik dan kabar buruk datang dari China hari ini. Dua kabar itu bisa menjadi sentimen yang menggerakkan pasar. 

Kabar buruknya dulu ya. Ada kecenderungan pandemi virus corona (Coronavirus Desease-2019/Covid-19) di Negeri Panda agak meningkat. 

Pada 12 dan 13 April, pasien positif corona di Negeri Tirai Bambu bertambah masing-masing 0,14%. Ini adalah laju tercepat sejak 28 Maret. 
Kasus corona relatif stabil dan terjaga di China. Namun karena statusnya sebagai ground zero penyebaran virus corona, setiap kenaikan akan mendapat persepsi bahwa China bakal memasuki penyebaran fase II. 




Kini, China malah mewaspadai penularan dari luar negeri (imported case). Pemerintah China memperketat penjagaan di perbatasan dengan negara lain, seperti Rusia. 

"Imported case masih sangat berisiko tinggi pada minggu April. Perbatasan kami begitu panjang, dan banyak wilayah yang bergunung-gunung, jalan tikus, penyeberangan kapal, situasinya sangat kompleks," kata Liu Haitao, seorang petugas imigrasi China, seperti diberitakan Reuters. 

Apa yang terjadi di China membuat investor (dan seluruh dunia) cemas. Jangan-jangan kasus corona di AS dan Eropa yang kini mulai mereda hanya sebuah jeda waktu untuk menyambut penyebaran gelombang berikutnya...

Kekhawatiran itu yang membuat pelaku pasar masih berpikir dua kali untuk masuk ke aset-aset berisiko di negara berkembang. Akibatnya, pasar keuangan Asia masih diwarnai volatilitas yang tinggi. 

Namun ada kabar baik yang bisa membuat pasar sedikit lega. Otoritas kepabeanan China melaporkan pada Maret 2020 ekspor China terkontraksi atau tumbuh negatif -6,6% secara year-on-year (YoY). Meski masih minus, tetapi membaik dibandingkan bulan sebelumnya yang terkontraksi sampai 17,2% YoY. 

Sementara impor China bulan lalu juga masih di zona negatif dengan kontraksi -0,9% YoY. Seperti ekspor, impor pun mencatat perbaikan karena pada Februari 2020 terkontraksi -4% YoY. 

Dengan kondisi tersebut, maka neraca perdagangan China membukukan surplus US$ 19,9 miliar. Jauh membaik ketimbang bulan sebelumnya yang defisit US$ 7,09 miliar. Defisit pada Februari 2020 adalah yang pertama sejak Maret 2018 dan terparah sejak Februari 2017



Perbaikan ekspor China membawa harapan bagi dunia. Pasokan bahan baku/penolong untuk industri manufaktur global bisa kembali lancar. 

Ya, China adalah pemain penting dalam rantai pasok manufaktur global. Riset DBS mencatat  China menyumbang 30-40% dari total ekspor produk tekstil dan alas kaki global. Selain itu, sekitar 20% ekspor mesin dan peralatan listrik dunia berasal dari Negeri Tirai Bambu. 

DBS

Indonesia termasuk negara dengan ketergantungan tinggi terhadap pasokan bahan baku/penolong dari China. Pada 2019, nilai impor Indonesia dari China mencapai US$ 44,91 miliar, tertinggi di antara negara-negara lain di kolong langit. 

Impor terbesar dari China adalah perangkat telekomunikasi dan bagiannya (HS 764) yaitu US$ 4,49 miliar. Disusul oleh mesin pemrosesan data otomatis dan bagiannya (HS 752) senilai US$ 1,71 miliar. 



Pulihnya ekspor China (walau bertahap) memberi harapan bahwa pasokan bahan baku/penolong ke industri Tanah Air bisa berangsur normal. Bukan apa-apa, seretnya pasokan bahan baku adalah biang keladi penurunan kinerja industri manufaktur dalam negeri, seperti yang tertuang dalam laporan Prompt Manufacturing Index keluaran Bank Indonesia. 


Semoga kabar baik ini bisa berdampak lebih besar di pasar sehingga menumbuhkan risk appetite investor. Ketika itu terjadi, maka Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dan nilai tukar rupiah bisa lebih stabil, tidak mudah 'digoyang'.


TIM RISET CNBC INDONESIA

(aji/aji)
HALAMAN :
1 2


Share:

Translate

Arquivo do blog

Total Pageviews

Facebook