yunusst memberikan inspirasi kepada anda

Tutorial

Friday 23 April 2010

Termasuk Syirik: Memakai Gelang, Benang dan Sejenisnya Sebagai Penangkal Mara Bahaya

Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab


--------------------------------------------------------------------------------
Firman Allah Ta'ala:
"Katakanlah (Muhammad kepada kaum musyrikin): Terangkanlah kepadaku tentang apa-apa yang kamu seru selain Allah. Jika Allah menghendaki untuk menimpakan suatu bahaya kepadaku, apakah mereka mampu menghilangkan bahaya itu. Atau jika Allah menghendaki untuk melimpahkan suatu rahmat kepadaku, apakah mereka mampu menahan rahmat-Nya? Katakanlah: Cukuplah Allah bagiku, hanya kepadaNya-lah bertawakal orang-orang yang berserah diri." (Az-Zumar: 38)
Imran bin Husein radhiyallahu 'anhu, menuturkan bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam melihat seorang laki-laki terdapat ditangannya gelang kuningan, maka beliau bertanya: 'Apakah ini?' Orang itu menjawab: 'Penangkal sakit.' Nabipun bersabda: 'Lepaskan itu, karena dia hanya akan menambah kelemahan pada dirimu; sebab jika kamu mati sedang gelang itu masih ada pada tubuhmu, kamu tidak akan beruntung selama-lamanya.' (HR Imam Ahmad dengan sanad yang bisa diterima)

Dari riwayat Imam Ahmad pula dari 'Uqbah bin Amir dalam hadits marfu': "Barangsiapa menggantungkan tamimah, semoga Allah tidak mengabulkan keinginannya, dan barangsiapa menggantungkan wada'ah, semoga Allah tidak memberi ketenangan pada dirinya. Disebutkan dalam riwayat lain: Barangsiapa menggantungkan tamimah, maka dia telah berbuat syirik."

Tamimah: sesuatu yang dikalungkan di leher anak-anak sebagai penangkal atau pengusir penyakit, pengaruh jahat yang disebabkan rasa dengki seseorang dan lain sebagainya.

Wada'ah: sesuatu yang diambil dari laut, menyerupai rumah kerang; menurut anggapan orang-orang jahiliyah dapat digunakan sebagai penangkal penyakit. Termasuk dalam pengertian ini adalah jimat.

Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari Hudzaifah, bahwa ia melihat seorang laki-laki ditangannya ada benang untuk mengobati sakit panas, maka dia putuskan benang itu seraya membaca firman Allah Ta'ala: "Dan sebagian besar dari mereka itu beriman kepada Allah, hanya saja mereka pun berbuat syirik (kepadaNya)."

Kandungan dari tulisan ini:

Dilarang keras memakai gelang, benang dan sejenisnya untuk maksud-maksud seperti tersebut di atas.

Dinyatakan bahwa sahabat tadi apabila mati, sedangkan gelang (atau sejenisnya) itu masih melekat pada tubuhnya, tidak akan beruntung. Ini menunjukkan kebenaran pernyataan para sahabat bahwa: "Syirik ashghar lebih berat daripada perbuatan dosa besar."

Syirik tidak dapat dimaafkan dengan alasan karena tidak mengerti.

Gelang, benang dan sejenisnya tidak berguna untuk menolak atau mengusir sesuatu penyakit, bahkan berbahaya; karena Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "...karena dia hanya akan menambah kelemahan pada dirimu."

Mengingkari dengan keras terhadap orang yang melakukan perbuatan seperti itu.

Dijelaskan bahwa orang yang menggantungkan sesuatu barang untuk maksud-maksud seperti tersebut di atas, Allah akan menjadikan dirinya mengandalkan barang itu.

Dinyatakan bahwa orang yang menggantungkan tamimah telah melakukan suatu perbuatan syirik.

Mengikatkan benang pada tubuh untuk mengobati sakit panas termasuk syirik.

Pembacaan ayat tersebut yang dilakukan oleh Hudzaifah menunjukkan bahwa para sahabat menggunakan ayat-ayat yang berkenaan dengan syirik akbar sebagai dalil untuk syirik ashghar, sebagaimana tafsiran yang disebutkan Ibnu 'Abbas dalam salah satu ayat dari surah Al-Baqarah.

Menggantungkan wada'ah sebagai penangkal atau pengusir 'ain termasuk pula syirik.

Orang yang menggantungkan tamimah dido'akan semoga Allah tidak mengabulkan keinginannya; dan orang yang menggantungkan wada'ah dido'akan semoga Allah tidak memberi ketenangan pada dirinya.
Dikutip dari buku: "Kitab Tauhid" karangan Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab.
Penerbit: Kantor Kerjasama Da'wah dan Bimbingan Islam, Riyadh 1418 H.
Share:

Tafsiran "Tauhid" Dan Syahadat "Laa ilaha illa Allah"

Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab


--------------------------------------------------------------------------------
Firman Allah Ta'ala:
"Orang-orang yang diseru oleh kaum musyrikin itu, mereka sendiri senantiasa berusaha untuk mendekatkan diri kepada Tuhan mereka, siapa diantara mereka yang lebih dekat (kepadaNya), dan mereka mengharapkan rahmat-Nya serta takut akan siksa-Nya, sesungguhnya siksa Tuhanmu adalah sesuatu yang (harus) ditakuti." (Al-Isra': 57)
"Dan (ingatlah) ketika Ibrahim berkata kepada bapak dan kaumnya; Sesungguhnya aku melepaskan diri dari segala apa yang kamu sembah, kecuali Allah saja Tuhan yang telah menciptakan aku, karena hanya Dia yang akan menunjukiku (kepada jalan kebenaran)." (Az-Zukhruf: 26-27)

"Mereka, menjadikan orang-orang alim dan rahib-rahib mereka sebagai tuhan-tuhan selain Allah, dan (mereka mempertuhankan pula) Al-Masih putera Maryam, padahal mereka itu tiada lain hanyalah diperintahkan untuk beribadah kepada Satu Sembahan, tiada Sembahan yang haq selain Dia. Maha Suci Allah dari perbuatan syirik mereka." (At-Taubah: 31)

"Dan diantara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah, yaitu dengan mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman amat sangat cintanya kepada Allah..." (Al-Baqarah: 165)

Diriwayatkan dalam Shahih (Muslim), bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
"Barangsiapa mengucapkan Laa ilaha illa Allah dan mengingkari sesembahan selain Allah, haramlah harta dan darahnya, sedang hisab (perhitungan)nya adalah terserah kepada Allah 'Azza wa Jalla."

Kandungan dalam tulisan ini:

Ayat dalam surah Al-Isra'. Diterangkan dalam ayat ini bantahan terhadap kaum musyrikin yang menyeru (meminta) kepada orang-orang shaleh. Maka, ayat ini mengandung sesuatu penjelasan bahwa perbuatan mereka itu syirik akbar.

Ayat dalam surah Bara'ah (At-Taubah). Diterangkan dalam ayat ini bahwa kaum Ahli Kitab telah menjadikan orang-orang alim dan rahib-rahib mereka sebagai tuhan-tuhan selain Allah, dan diterangkan bahwa mereka tiada lain hanya diperintahkan untuk beribadah kepada Satu Sembahan yaitu Allah. Padahal tafsiran ayat ini, yang jelas dan tidak dipermasalahkan lagi, yaitu mematuhi orang-orang alim dan rahib-rahib dalam tindakan mereka yang bertentangan dengan hukum Allah; dan maksudnya bukanlah kaum Ahli Kitab itu menyembah mereka.
Dapat diambil kesimpulan dari ayat ini bahwa tafsiran "Tauhid" dan Syahadat "Laa ilaha illa Allah" yaitu: pemurnian ketaatan kepada Allah, dengan menghalalkan apa yang dihalalkan Allah dan mengharamkan apa yang diharamkan-Nya.

Kata-kata Al-Khalil Ibrahim 'alaihissalam kepada orang-orang kafir: "Sesungguhnya aku melepaskan diri dari apa yang kamu sembah, kecuali Allah saja Tuhan yang telah menciptakan aku..."
Disini beliau mengecualikan Allah dari segala sembahan. Pembebasan diri (dari segala sembahan yang bathil) dan pernyataan setia (kepada Sembahan yang haq, yaitu Allah) adalah tafsiran yang sebenarnya dari syahadat "Laa ilaha illa Allah." Allah Ta'ala berfirman: "Dan Ibrahim menjadikan kalimat tauhid itu kalimat yang kekal pada keturunannya, supaya mereka kembali (kepada jalan kebenaran)." (Az-Zukhruf: 28)

Ayat dalam surah Al-Baqarah yang berkenaan dengan orang-orang kafir, yang dikatakan oleh Allah dalam firman-Nya: "Dan mereka tidak akan dapat keluar dari neraka."
Disebutkan dalam ayat tersebut bahwa mereka menyembah tandingan-tandingan selain Allah, yaitu dengan mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. Ini menunjukkan bahwa mereka mempunyai kecintaan yang besar kepada Allah, akan tetapi kecintaan mereka itu belum bisa memasukkan mereka ke dalam Islam.
Dari ayat dalam surah Al-Baqarah ini dapat diambil kesimpulan bahwa tafsiran "tauhid" dan syahadat "Laa ilaha illa Allah" yaitu: pemurnian kecintaan kepada Allah yang diiringi dengan rasa rendah diri dan penghambaan hanya kepada-Nya.
Lalu bagaimana dengan orang yang mencintai sembahan-nya lebih besar daripada kecintaannya kepada Allah? Kemudian, bagaimana dengan orang yang hanya mencintai sesembahan selain Allah itu saja dan tidak mencintai Allah?


Sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam: "Barang siapa mengucapkan Laa ilaha illa Allah dan mengingkari sesembahan selain Allah, haramlah harta dan darahnya, sedang hisab (perhitungan)nya adalah terserah kepada Allah 'Azza wa Jalla."
Ini adalah termasuk hal terpenting yang menjelaskan pengertian "Laa ilaha illa Allah". Sebab apa yang dijadikan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam sebagai pelindung darah dan harta bukanlah sekedar mengucapkan kalimat "Laa ilaha illa Allah" itu, bukan pula dengan mengerti makna dan lafadznya, bukan pula dengan mengakui kebenaran kalimat tersebut, bahkan bukan juga tidak meminta kecuali kepada Allah saja, yang tiada sekutu bagi-Nya. Akan tetapi tidaklah haram dan terlindung harta dan darahnya hingga dia menambahkan kepada pengucapan kalimat "Laa ilaha illa Allah" itu pengingkaran kepada segala sembahan selain Allah. Jika dia masih ragu atau bimbang, maka belumlah haram dan terlindung harta dan darahnya.

Sungguh agung dan penting sekali tafsiran "Tauhid" dan syahadat "Laa ilaha illa Allah" yang terkandung dalam hadits ini, sangat jelas keterangan yang dikemukakannya dan sangat meyakinkan argumentasi yang diajukan bagi orang yang menentang.

Dikutip dari buku: "Kitab Tauhid" karangan Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab.
Penerbit: Kantor Kerjasama Da'wah dan Bimbingan Islam, Riyadh 1418 H.
Share:

Da'wah Kepada Syahadat "Laa ilaha illa Allah"

Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab


--------------------------------------------------------------------------------
Firman Allah Ta'ala:
"Katakanlah: Inilah jalan (agama)ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) hanya kepada Allah dengan penuh pengertian dan keyakinan. Maha Suci Allah, dan aku tiada termasuk orang-orang yang berbuat syirik (kepada-Nya)." (Yusuf: 108)
Ibnu 'Abbas radhiyallahu 'anhuma menuturkan bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam tatkala mengutus Mu'adz ke Yaman, bersabdalah beliau kepadanya:
"Sungguh, kamu akan mendatangi kaum Ahli Kitab, maka hendaklah pertama kali da'wah yang kamu sampaikan kepada mereka ialah syahadat Laa ilaha illa Allah - dalam riwayat lain disebutkan: "Supaya mereka mentauhidkan Allah" - Jika mereka telah mematuhi apa yang kamu da'wahkan itu, maka sampaikanlah kepada mereka bahwa Allah mewajibkan shalat lima waktu sehari semalam. Jika mereka telah mematuhi apa yang kamu sampaikan itu, maka sampaikanlah kepada mereka bahwa Allah mewajibkan kepada mereka zakat yang diambil dari orang-orang kaya diantara mereka untuk diberikan kepada orang-orang fakir. Dan jika mereka telah mematuhi apa yang kamu sampaikan, maka jauhkanlah dirimu dari harta pilihan mereka, dan jagalah dirimu dari do'a orang mazhlum (teraniaya), karena sesungguhnya tiada suatu tabir penghalang pun antara doanya dan Allah." (H.R. Bukhari dan Muslim)

Al-Bukhari dan Muslim meriwayatkan pula dari Sahl bin Sa'ad radhiyallahu 'anhu, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam semasa perang Khaibar bersabda:
"Demi Allah, niscaya akan kuserahkan bendera (komando perang) ini besok hari kepada orang yang mencintai Allah serta Rasul-Nya dan dia dicintai Allah serta Rasul-Nya; semoga Allah menganugerahkan kemenangan melalui tangannya." Maka semalam suntuk orang-orang pun memperbincangkan siapakah diantara mereka yang akan diserahi bendera itu. Pagi harinya mereka mendatangi Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam masing-masing mengharap untuk diserahi bendera tersebut. Lalu bersabdalah beliau: "Dimanakah 'Ali bin Abu Thalib?" Dijawab: "Dia sakit kedua belah matanya." Mereka pun mengutus seorang utusan kepadanya dan didatangkanlah dia. Lantas Nabi meludah pada kedua belah matanya dan berdoa untuknya, seketika itu dia sembuh seakan-akan tidak pernah terkena penyakit. Lalu Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menyerahkan kepadanya bendera dan bersabda: "Melangkahlah ke depan dengan tenang sampai kamu tiba di tempat mereka, kemudian ajaklah mereka kepada Islam dan sampaikanlah kepada mereka hak Allah Ta'ala dalam Islam yang wajib mereka laksanakan. Demi Allah, bahwa Allah memberi petunjuk satu orang lewat dirimu, benar-benar lebih baik bagimu daripada unta-unta merah."

Unta-unta merah adalah harta kekayaan yang sangat berharga dan menjadi kebanggaan orang Arab pada masa itu.

Kandungan dari tulisan ini:

Da'wah kepada syahadat "Laa ilaha illa Allah" adalah pandangan hidup bagi orang-orang yang mengikuti Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam.

Diingatkan supaya ikhlas (dalam berda'wah semata-mata karena Allah), karena kebanyakan orang kalau mengajak kepada kebenaran justru ia mengajak kepada (kepentingan) dirinya sendiri.

Mengerti betul dan yakin akan apa yang dida'wahkan adalah termasuk kewajiban.

Termasuk bukti kebaikan tauhid, bahwa tauhid adalah mengagungkan Allah.

Dan diantara keburukan syirik, bahwa syirik adalah merendahkan Allah.

Termasuk masalah yang sangat penting, bahwa seorang muslim perlu dijauhkan dari lingkungan orang-orang yang berbuat syirik, supaya nanti tidak menjadi seperti mereka sekalipun dia belum melakukan perbuatan syirik.

Tauhid adalah kewajiban pertama.

Tauhid adalah yang pertama kali harus dida'wahkan sebelum semua kewajiban yang lain, meskipun kewajiban shalat.

Pengertian "Supaya mereka mentauhidkan Allah" adalah pengertian syahadat.

Seseorang bisa jadi termasuk Ahlul Kitab, akan tetapi dia tidak tahu pengertian "Laa ilaha illa Allah" yang sebenarnya atau mengetahuinya tetapi tidak mengamalkannya.

Perlu diperhatikan metode pengajaran secara bertahap.

Yaitu: dimulai dari masalah yang paling penting, kemudian penting, dan begitu seterusnya.

Salah satu sasaran pembagian zakat ialah orang-orang fakir.

Orang yang berilmu supaya menjelaskan sesuatu yang masih diragukan oleh orang yang sedang belajar.

Berkenaan dengan zakat, dilarang untuk mengambil harta pilihan (termahal harganya).

Supaya menjaga diri dari tindakan zhalim terhadap seseorang.

Diberitahukan oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bahwa doa orang mazhlum (teraniaya) dikabulkan Allah.

Diantara bukti-bukti tauhid adalah hal-hal yang dialami oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dan para sahabat, seperti: kesulitan, kelaparan, dan wabah penyakit.

Sabda Rasulullah: "Demi Allah, niscaya akan kuserahkan bendera (komando perang ini)...dst" adalah salah satu dari tanda-tanda kenabian beliau.

Sembuhnya kedua belah mata Ali setelah diludahi oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, termasuk pula dari tanda kenabian beliau.

Keutamaan 'Ali radhiyallahu 'anhu.

Keistimewaan para sahabat (karena hasrat mereka yang besar sekali dalam kebaikan dan sikap mereka yang senantiasa berlomba-lomba dalam mengerjakan amal shaleh). Ini dapat dilihat pada perbincangan mereka di malam menjelang perang Khaibar, tentang siapakah diantara mereka yang akan diserahi bendera komando perang, masing-masing mereka agar dirinyalah yang menjadi orang yang memperoleh kehormatan itu.

Iman kepada qadar, karena bendera komando tersebut tidak diserahkan kepada orang yang sudah berusaha, malah diserahkan kepada orang yang tidak berusaha untuk memperolehnya.

Etika di dalam jihad, sebagaimana terkandung dalam sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam: "Melangkahlah ke depan dengan tenang..."

Disyariatkan untuk berda'wah mengajak kepada Islam, sebelum perang.

Syariat ini berlaku pula terhadap mereka yang sudah pernah dida'wahi dan diperangi sebelumnya.

Da'wah dengan cara yang bijaksana, sebagaimana disyaratkan dalam sabda beliau: "...dan sampaikanlah kepada mereka hak Allah Ta'ala dalam Islam yang wajib mereka laksanakan."

Mengetahui hak Allah dalam Islam seperti shalat, zakat, shiyam, dan kewajiban-kewajiban lainnya.

Kemuliaan da'wah dan pahala bagi seorang da'i yang bisa memasukkan satu orang saja ke dalam Islam.

Boleh bersumpah didalam menyampaikan petunjuk.
Dikutip dari buku: "Kitab Tauhid" karangan Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab.
Penerbit: Kantor Kerjasama Da'wah dan Bimbingan Islam, Riyadh 1418 H.
Share:

Tauhid; Hakekat Dan Kedudukannya

Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab


--------------------------------------------------------------------------------
Firman Allah Ta'ala:
"Aku menciptakan jin dan manusia, tiada lain hanyalah untuk beribadah kepada-Ku." (Adz-Dzariat: 56).
Ibadah ialah penghambaan diri kepada Allah Ta'ala dengan mentaati segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya, sebagaimana yang telah disampaikan oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Dan inilah hakekat agama Islam, karena Islam maknanya ialah penyerahan diri kepada Allah semata-mata yang disertai dengan kepatuhan mutlak kepada-Nya dengan penuh rasa rendah diri dan cinta.

Ibadah berarti juga segala perkataan dan perbuatan, baik lahir maupun batin, yang dicintai dan diridhai oleh Allah. Dan suatu amal diterima oleh Allah sebagai suatu ibadah apabila diniati ikhlas, semata-mata karena Allah dan mengikuti tuntunan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam.

"Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada setiap umat (untuk menyerukan): Beribadahlah kepada Allah (saja) dan jauhilah thaghut." (An-Nahl: 36)

Thaghut yaitu setiap yang diagungkan -selain Allah- dengan disembah, ditaati, atau dipatuhi, baik yang diagungkan itu berupa batu, manusia, ataupun syetan. Menjauhi thaghut yaitu mengingkari, membencinya, tidak mau menyembah dan memujanya dalam bentuk dan dengan cara apapun.

"Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan beribadah kecuali hanya kepada-Nya, dan
hendaklah kamu berbuat baik kepada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang diantara keduanya atau kedua-duanya mencapai usia lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak mereka, serta ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia. Dan rendahkanlah dirimu kepada mereka berdua dengan penuh kasih sayang, dan ucapkanlah: Wahai Tuhanku, kasihilah mereka berdua sebagaimana mereka keduanya telah mendidikku waktu kecil." (Al-Isra': 23-24)

"Beribadahlah kamu sekalian kepada Allah (saja) dan janganlah berbuat syirik sedikitpun kepada-Nya." (An-Nisaa': 36)

Syirik yaitu memperlakukan sesuatu -selain Allah- sama dengan Allah dalam hal yang merupakan hak khusus bagi-Nya.

"Katakanlah (Muhammad): Marilah kubacakan apa yang diharamkan kepadamu oleh Tuhanmu, yaitu: janganlah kamu berbuat syirik sedikitpun kepada-Nya, berbuat baiklah kepada kedua orang tua, dan janganlah kamu membunuh anak-anak kamu karena takut kemiskinan. Kami akan memberi rezeki kepadamu dan kepada mereka, dan janganlah kamu mendekati perbuatan-perbuatan yang keji, baik yang tampak maupun yang tersembunyi, dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah kecuali dengan sesuatu (sebab) yang benar. Demikianlah yang diwasiatkan Allah kepadamu, supaya kamu memahami(nya). Dan janganlah kamu dekati harta anak yatim, kecuali dengan cara yang lebih bermanfaat, hingga ia mencapai kedewasaannya, dan sempurnakanlah takaran dan timbangan dengan adil. Kami tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan menurut kesanggupannya. Dan apabila kamu berkata, maka hendaklah kamu berlaku adil, kendatipun ia adalah kerabat(mu), dan penuhilah janji Allah. Yang demikian itu diwasiatkan Allah kepadamu, agar kamu ingat. Dan (kubacakan): Sungguh inilah jalan-Ku, berada dalam keadaan lurus, maka ikutilah dia, dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain) karena jalan-jalan itu akan menceraiberaikan kamu dari jalan-Nya. Yang demikian itu diwasiatkan Allah kepadamu agar kamu bertakwa." (Al An'am: 151-153).

Ibnu Mas'ud radhiyallahu 'anhu berkata:
"Barang siapa yang ingin melihat wasiat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, yang tertera diatasnya cincin stempel milik beliau, maka supaya membaca firman Allah Ta'ala:...(surah Al-An'am 151-153, seperti tersebut di atas)."

Mu'adz bin Jabal, radhiyallahu 'anhu, menuturkan:
"Aku pernah diboncengkan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam di atas seekor keledai. Lalu beliau bersabda kepadaku: Hai Mu'adz, tahukah kamu apakah hak Allah yang wajib dipenuhi oleh para hamba-Nya dan apa hak para hamba yang pasti dipenuhi Allah? Aku menjawab: Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui. Beliaupun bersabda: Hak Allah yang wajib dipenuhi oleh hamba-Nya adalah supaya mereka beribadah kepada-Nya saja dan tidak berbuat syirik sedikitpun kepada-Nya, sedangkan hak para hamba yang pasti dipenuhi Allah ialah bahwa Allah tidak akan menyiksa orang yang tidak berbuat syirik sedikitpun kepada-Nya. Aku bertanya: Ya Rasulullah, tidak perlukah aku menyampaikan kabar gembira ini kepada orang-orang? Beliau menjawab: Janganlah kamu menyampaikan kabar gembira ini kepada mereka, sehingga mereka nanti akan bersikap menyandarkan diri." (HR Bukhari dan Muslim dalam shahih mereka)

Dikutip dari buku: "Kitab Tauhid" karangan Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab.
Penerbit: Kantor Kerjasama Da'wah dan Bimbingan Islam, Riyadh 1418 H.
Share:

Barang Siapa yang Mengamalkan Tauhid dengan Semurni-murninya Pasti Masuk Surga Tanpa Hisab

Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab


--------------------------------------------------------------------------------
Firman Allah Ta'ala:
"Sesungguhnya Ibrahim adalah seorang imam yang menjadi teladan, senantiasa patuh kepada Allah dan menghadapkan diri (hanya kepada-Nya); dan sama sekali ia tidak pernah termasuk orang-orang yang berbuat syirik (kepada Allah)." (An-Nahl: 120)
"Dan orang-orang yang mereka itu tidak berbuat syirik (sedikitpun) kepada Tuhan mereka." (Al- Mu'minun: 59)

Hushain bin 'Abdurrahman menuturkan:
"Suatu ketika aku berada di sisi Sa'id bin Jubair, lalu ia bertanya: Siapakah diantara kalian melihat bintang yang jatuh semalam? Aku pun menjawab: Aku. Kemudian kataku: Ketahuilah, sesungguhnya aku ketika itu tidak dalam keadaan shalat, tetapi terkena sengatan kalajengking. Ia bertanya: Lalu apa yang kamu perbuat? Jawabku: Aku meminta ruqyah. Ia bertanya lagi: Apakah yang mendorong dirimu untuk melakukan hal itu? Jawabku: Yaitu: sebuah hadits yang dituturkan oleh Asy-Sya'bi kepada kami. Ia bertanya lagi: Dan apakah hadits yang dituturkan kepadamu itu? Kataku: Dia menuturkan kepada kami hadits dari Buraidah ibn Al-Hushaib: "Tidak boleh ruqyah karena 'ain atau terkena sengatan..."
Sa'id pun berkata: Sungguh telah berbuat baik orang yang mengamalkan apa yang telah didengarnya; tetapi Ibnu 'Abbas menuturkan kepada kami hadits Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bahwa beliau bersabda: "Telah dipertunjukkan kepadaku umat-umat. Aku melihat seorang nabi, bersamanya beberapa orang; dan seorang nabi, bersamanya satu dan dua orang; serta seorang nabi, dan tak seorangpun bersamanya. Tiba-tiba ditampakkan kepadaku suatu jumlah yang banyak; akupun mengira bahwa mereka itu adalah umatku, tetapi dikatakan kepadaku: Ini adalah Musa bersama kaumnya. Lalu tiba-tiba aku melihat lagi suatu jumlah besar pula, maka dikatakan kepadaku: ini adalah umatmu, dan bersama mereka ada tujuh puluh ribu orang yang mereka itu masuk surga tanpa hisab dan tanpa adzab. Kemudian bangkitlah beliau dan segera memasuki rumahnya. Maka orang-orangpun memperbincangkan tentang siapakah mereka itu. Ada diantara mereka yang berkata: Mungkin saja mereka itu yang menjadi sahabat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Ada lagi yang berkata: Mungkin saja mereka itu orang-orang yang dilahirkan dalam lingkungan Islam, sehingga tidak pernah mereka berbuat syirik sedikitpun kepada Allah. Dan mereka menyebutkan lagi beberapa perkara. Ketika Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam keluar, mereka memberitahukan hal tersebut kepada beliau. Maka beliau bersabda: Mereka itu adalah orang-orang yang tidak meminta ruqyah, tidak meminta supaya lukanya ditempel dengan besi yang dipanaskan, tidak melakukan tathayyur dan mereka pun bertawakkal kepada Tuhan mereka. Lalu berdirilah 'Ukasyah bin Mihshan dan berkata: Mohonkanlah kepada Allah agar aku termasuk golongan mereka. Beliau menjawab: kamu termasuk golongan mereka. Kemudian berdirilah seorang yang lain dan berkata: Mohonkanlah kepada Allah agar aku juga termasuk golongan mereka. Beliau menjawab: Kamu sudah kedahuluan 'Ukasyah." (HR Bukhari dan Muslim)

Ruqyah, maksudnya disini ialah penyembuhan dengan pembacaan ayat-ayat Al Qur'an atau do'a-do'a.
'Ain ialah pengaruh jahat yang disebabkan oleh rasa dengki seseorang melalui matanya; disebut juga kena mata.
Tathayyur ialah merasa pesimis, merasa bernasib sial, atau beramal nasib buruk, karena melihat burung, binatang lainnya atau apa saja.

Kandungan tulisan ini:

Mengetahui adanya tingkatan-tingkatan manusia dalam tauhid.

Pengertian mengamalkan tauhid dengan semurni-murninya.

Sanjungan Allah Ta'ala kepada Nabi Ibrahim, karena sama sekali tidak pernah termasuk orang-orang yang berbuat syirik kepada Allah.

Sanjungan Allah kepada para tokoh wali (sahabat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam), karena bersihnya diri mereka dari perbuatan syirik.

Tidak meminta ruqyah, tidak meminta supaya lukanya ditempel dengan besi yang dipanaskan dan tidak melakukan tathayyur adalah termasuk pengamalan tauhid yang murni.

Bahwa tawakkal kepada Allah Ta'ala adalah sifat yang mendasari sikap tersebut.

Dalamnya ilmu para sahabat karena mereka mengetahui bahwa orang-orang yang dinyatakan dalam hadits tersebut tidak dapat mencapai derajat dan kedudukan yang demikian itu kecuali dengan amal.

Gairah dan semangat para sahabat untuk berlomba-lomba dalam mengerjakan amal kebaikan.

Keistimewaan umat Islam, dengan kuantitas dan kualitas.

Keutamaan pengikut Nabi Musa.

Umat-umat telah ditampakkan kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam.

Setiap umat dikumpulkan sendiri-sendiri bersama nabinya.

Bahwa sedikit orang yang mengikuti seruan para nabi.

Nabi yang tidak mempunyai pengikut, datang sendirian pada hari Kiamat.

Buah dari pengetahuan ini adalah: tidak silau dengan jumlah yang banyak dan tidak merasa kecil hati dengan jumlah yang sedikit.

Diperbolehkan melakukan ruqyah karena terkena 'ain atau sengatan.

Dalamnya pengertian kaum Salaf, dapat dipahami dari kata-kata Sa'id bin Jubair: "Sungguh telah berbuat baik orang yang mengamalkan apa yang telah didengarnya; tetapi...dst." Dengan demikian jelaslah bahwa hadits pertama tidak bertentangan dengan hadits kedua.

Kemuliaan sifat kaum Salaf karena ketulusan hati mereka, dan mereka tidak memuji seseorang dengan pujian yang dibuat-buat.

Sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam: "Kamu termasuk golongan mereka", adalah salah satu dari tanda-tanda kenabian beliau.

Keutamaan 'Ukasyah.

Penggunaan kata sindiran. Karena beliau bersabda kepada seorang yang lain: "Kamu sudah kedahuluan 'Ukasyah" dan tidak bersabda kepadanya: "Kamu tidak pantas untuk dimasukkan ke dalam golongan mereka."

Keelokan budi pekerti Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam.
Dikutip dari buku: "Kitab Tauhid" karangan Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab.
Penerbit: Kantor Kerjasama Da'wah dan Bimbingan Islam, Riyadh 1418 H.
Share:

Tentang Perjanjian Allah dan Perjanjian Nabi-Nya

Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab


--------------------------------------------------------------------------------
Firman Allah Ta'ala (artinya):
"Dan tepatilah perjanjian dengan Allah apabila kamu berjanji, dan janganlah kamu membatalkan sumpah-sumpah(mu) itu sesudah mengukuhkannya, sedang kamu telah menjadikan Allah sebagai saksimu (terhadap sumpah-sumpah itu). Sesungguhnya Allah mengetahui apa yang kamu perbuat." (An-Nahl: 91)

Buraidah Radhiyallahu 'anhu menuturkan: Aku mendengar Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam apabila mengangkat seorang komandan pasukan perang atau batalyon, beliau menyampaikan pesan kepadanya agar bertaqwa kepada Allah dan berlaku baik kepada kaum muslimin yang bersamanya. Lalu beliau bersabda:

"Serbulah dengan memulai membaca "Bismillah fi Sabilillah" (dengan asma' Allah. Demi di jalan Allah). Perangilah orang yang kafir kepada Allah. Seranglah. Dan janganlah kamu menggelapkan harta rampasan perang, jangan mengkhianati perjanjian, jangan mencincang korban yang terbunuh, dan jangan membunuh seorang anak pun. Apabila kamu menghadapi musuh-musuhmu dari kalangan orang-orang musyrik, maka ajaklah mereka kepada tiga perkara, mana yang mereka setujui maka terimalah dan hentikan (menyerang) mereka:

Ajaklah mereka kepada Islam; kalau mereka setuju maka terimalah dari mereka, lalu ajaklah mereka berpindah dari daerah mereka ke daerah kaum Muhajirin serta beritahukan kepada mereka bahwa apabila mereka melaksanakan ini mereka mempunyai hak dan kewajiban sebagaimana hak dan kewajiban kaum muhajirin.

Tetapi kalau mereka menolak untuk berpindah (hijrah) dari daerah mereka, maka beritahukan kepada mereka bahwa mereka akan mendapat perlakuan seperti orang-orang badui (pengembara) dari kalangan kaum muslimin, berlaku bagi mereka hukum Allah Ta'ala, sedang mereka tidak menerima bagian apapun dari ghanimah dan fai, kecuali bila mereka berjihad bersama kaum muslimin.

Jika mereka menolak perkara tesebut, maka mintalah kepada mereka untuk membayar jizyah. Kalau mereka setuju, maka terimalah dari mereka dan hentikan (menyerang) mereka. Tetapi jika mereka masih juga menolak perkara-perkara tersebut, maka mohonlah pertolongan kepada Allah dan perangilah mereka.

Apabila kamu telah mengepung kubu pertahanan musuhmu, lalu mereka menghendaki agar kamu membuatkan untuk mereka perjanjian Allah dan perjajian Nabi-Nya, maka janganlah kamu buatkan untuk mereka perjanjian Allah dan perjanjian Nabi-Nya; tetapi buatkanlah untuk mereka perjanjian dirimu sendiri dan perjanjian kawan-kawanmu, karena sesungguhnya lebih ringan resikonya melanggar perjanjianmu dan perjanjian kawan-kawanmu daripada melanggar perjanjian Allah dan perjanjian Nabi-Nya.

Dan apabila kamu telah mengepung kubu pertahanan musuhmu, lalu mereka menghendaki agar kamu mengeluarkan mereka atas dasar hukum Allah, maka janganlah kamu mengeluarkan mereka atas dasar hukum Allah, tetapi keluarkanlah mereka atas dasar hukum yang kamu ijtihadkan, karena sesungguhnya kamu tidak mengetahui apakah tindakanmu terhadap mereka itu tepat dengan keputusan Allah atau tidak." (HR Muslim)

Kandungan tulisan ini:

Perbedaan antara perjanjian Allah dan perjanjian Nabi-Nya dengan perjanjian kaum muslimin.

Tuntunan yang diberikan Rasulullah, yaitu supaya mengambil alternatif yang lebih ringan resikonya dalam dua perkara tersebut.

Etika dalam berjihad, yaitu supaya menyerbu dengan dimulai membaca "Bismillah fi Sabilillah".

Disyariatkan untuk memerangi orang-orang yang kafir kepada Allah.

Supaya senantiasa memohon pertolongan kepada Allah dalam berperang melawan orang-orang kafir.

Perbedaan antara hukum Allah dan hukum ijtihad para ulama.

Dalam situasi yang diperlukan, seperti tersebut dalam hadits, disyariatkan kepada komandan atau pemimpin untuk memutuskan hukum dengan menyatakan dari ijtihadnya; hal itu demikian. Dikhawatirkan hukum yang diputuskannya tersebut tidak sesuai dengan hukum Allah Ta'ala.
Dikutip dari buku: "Kitab Tauhid" karya Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab.
Penerbit: Kantor Kerjasama Da'wah dan Bimbingan Islam, Riyadh 1418 H.
Share:

Larangan Berprasangka Buruk Terhadap Allah

Firman Allah Ta'ala:
"...Mereka berprasangka yang tidak benar terhadap Allah, seperti prasangka Jahiliyah; mereka berkata: "Apakah ada bagi kita sesuatu (hak campur tangan) dalam urusan ini." Katakanlah: "Sungguh, urusan itu seluruhnya di tangan Allah." ..." (Ali Imran: 154)

"Dan supaya Dia mengadzab orang-orang munafik laki-laki dan perempuan, dan orang-orang musyrik laki-laki dan perempuan, yang mereka itu berprasangka buruk terhadap Allah. Mereka akan mendapat giliran (kebinasaan) yang amat buruk dan Allah memurkai dan mengutuk mereka serta menyediakan bagi mereka Neraka Jahannam. Dan (Neraka Jahannam) itulah seburuk-buruk tempat kembali." (Al-Fath: 6)

Ibnu Al-Qayyim, dalam menafsirkan ayat pertama, mengatakan:

"Prasangka ini ditafsirkan bahwa Allah Ta'ala tidak akan memenangkan Rasul-Nya dan bahwa agama yang beliau bawa akan lenyap; ditafsirkan pula bahwa apa yang menimpa beliau bukanlah dengan takdir Allah dan hikmah-Nya. Jadi, prasangka tersebut ditafsirkan dengan tiga tafsiran, yaitu: mengingkari adanya hikmah dari Allah, mengingkari takdir-Nya, dan mengingkari bahwa agama yang dibawa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam akan disempurnakan dan dimenangkan Allah atas segala agama. Inilah prasangka buruk yang diperbuat oleh orang-orang munafik dan musyrik yang tersebut dalam surat Al-Fath.

Adapun perbuatan ini disebut prasangka buruk, karena prasangka yang demikian tidak patut terhadap Allah Ta'ala; tidak patut terhadap hikmah-Nya, puji-Nya dan janji-Nya yang benar.

Karena itu, barangsiapa yang berprasangka bahwa Allah akan memenangkan kebatilan atas kebenaran dengan kemenangan yang tetap, disertai dengan lenyapnya kebenaran; atau mengingkari bahwa segala yang terjadi dengan qadha' dan qadar Allah; atau mengingkari adanya suatu hikmah yang besar sekali dalam qadar-Nya, yang dengan demikian Allah berhak untuk dipuji; bahkan mengira apa yang terjadi ini hanyalah sekedar kehendak saja tanpa hikmah; maka inilah prasangka orang-orang kafir dan Neraka Wail bagi orang-orang kafir itu.

Kebanyakan orang melakukan prasangka buruk terhadap Allah, baik dalam hal yang berkenaan dengan diri mereka sendiri ataupun dalam hal yang berkaitan dengan orang lain. Tidak ada yang selamat dari prasangka buruk ini, kecuali orang yang arif tahu akan Allah, Asma' dan Sifat-Nya, dan kepastian adanya hikmah serta keharusan adanya pujian bagi Allah sebagai konsekuensinya. Maka orang yang berakal dan cinta terhadap dirinya sendiri, hendaklah memperhatikan masalah ini dan bertobatlah kepada Allah serta memohon maghfirah-Nya atas prasangka buruk yang dilakukannya terhadap Allah.

Apabila Anda selidiki, siapa pun orangnya, niscaya akan Anda dapati pada dirinya suatu sikap menyangkal dan mencemoohkan qadar (takdir)dengan mengatakan hal tersebut semestinya begini dan begitu, ada yang sedikit, ada juga yang banyak. Dan silahkan periksa diri Anda sendiri, apakah Anda bebas dari sikap tersebut?

"Jika Anda bebas dari sikap tersebut,
selamatlah Anda dari suatu malapetaka besar.
Tapi, bila tidak, sungguh tak kukira
bahwa Anda akan selamat."
Kandungan tulisan ini:
Tafsiran ayat dalam Surah Ali Imran.

Tafsiran ayat dalam surah Al Fath.

Disebutkan bahwa prasangka buruk banyak sekali macamnya.

Diterangkan bahwa tidak ada yang bisa selamat dari prasangka buruk ini kecuali orang yang arif pada Asma' dan Sifat Allah, serta arif pada dirinya sendiri.
Dikutip dari buku: "Kitab Tauhid" karya Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab.
Penerbit: Kantor Kerjasama Da'wah dan Bimbingan Islam, Riyadh 1418 H.
Share:

Translate

Arquivo do blog

Total Pageviews

Facebook