“Separuh Jiwaku Pergi” Kisah Cinta Sejati Habibie-Ainun

share

Selembar tisu yang aku pegang sudah tidak menyisakan bagian yang kering. Entah kenapa air mata ini terus mengalir dari kedua sudut mataku tanpa aku bisa menghentikannya. Dadaku rasanya sesak mengiringi tangisku yang tersedu-sedu. Aku juga heran kenapa aku semelankolis ini. Padahal aku hanya sedang menonton sebuah tayangan di sebuah televisi swasta, menikmati waktu senja sambil minum teh dan gorengan.
Tayangan “Mata Najwa” yang mengundang seorang orang yang luar biasa, orang yang begitu pintar dan brilian, orang yang sangat mencintai keluarganya, sangat mencintai istrinya dan menorehkan jasa luar biasa pada negeri tercinta. Siapa lagi kalau mantan Presiden RI, B.J. Habibie. Sebuah tema yang sangat menarik yaitu “Separuh Jiwaku Pergi” menorehkan kesan mendalam dalam hatiku.
Dengan dipandu oleh seorang pembawa acara yang cerdas, kritis, menarik menggulirkan dialog dinamis yang menggali semua informasi tentang kehidupan seorang B.J. Habibie. Seorang sosok yang pintar sejak sekolah di bangku sekolah dasar, kisah romantisnya bersama Ibu Ainun sejak pertama berjumpa sesaat kepulangan B.J. Habibie dari Jerman sampai Ibu Ainun berpulang ke Rahmatullah. Ibu Ainun sangat mencintai Pak Habibie begitu pun sebaliknya Pak Habibie pun sangat mencintai Ibu Ainun. Saat terakhir kehidupan Ibu Ainun di rumah sakit Jerman, Ibu Ainun masih memperhatikan Pak Habibie. Ketika Pak Habibie menanyakan apa yang kau takutkan, operasi? Bu Ainun menggeleng karena di mulutnya terpasang selang jadi menjawab dengan isyarat. Lalu apa yang kau takutkan, aku? Bu Ainun mengangguk. Takut aku lupa makan dan minum obat? Bu Ainun pun mengangguk kembali. Saat hidup di Jerman, Bu Ainun berperan sebagai tenaga operasional, mulai menyetir mengantar Bapak, Ilham dan Thoriq, memasak, mengurus semua pekerjaan rumah dilakukan sendiri. Walau Bu Ainun bergelar serang dokter namun beliau lebih mendedikasikan kehidupannya untuk melayani suami dan keluarganya.
Pak Habibie sangat kehilangan sosok yang ia cintai dan ia sayangi selama 48 tahun 10 hari. Setelah kepergian Ibu, Bapak serasa melihat Ibu ada di setiap sudut matanya. Ibu terlihat dimana-mana. Bapak seperti orang yang linglung, karena selama kehidupannya tidak ada satu tempat pun tanpa kehadiran Ibu. Bapak merasa separuh jiwanya telah pergi bersama kepergian Ibu. Dengan deraian air mata Pak Habibie menguraikan betapa ia sangat sedih saat Ibu pergi selamanya karena Bapak tidak pernah membayangkan akan mengalami kesedihan mendalam ketika hidup sendiri tanpa senyum manis, tubuh, sentuhan dan kasih sayang Bu Ainun. Seorang pemimpin keluarga teladan bagi istri dan anak-anaknya. Mencintai dan memberi kasih sayang yang hangat terhadap keluarga, mulai dari awal pernikahan Ibu dan Bapak membangun keluarga sakinah yang dipupuk dengan landasan rasa memiliki, bekerjasama dan saling melengkapi dengan suri tauladan yang harmonis.
Peran Bu Ainun begitu kental dalam keseharian Pak Habibie dalam menjalani rutinitasnya sebagai seorang yang sangat sibuk. Saat Bapak harus mengerjakan laporan sampai larut malam, Ibu menemani Bapak dengan membaca Al Quran minimal 1 juz per hari. Di saat Bapak memberikan laporan pertanggungjawaban di hadapan MPR, DPR saat menjabat Presden RI, Ibu memberikan kertas yang berisi cuplikan ayat-ayat AlQuran dan Ibu mengiringi dengan doa di rumah. Pak Habibie menemani Bu Ainun selama menjalani perawatan dan penyembuhan di rumah sakit tanpa sehari pun meninggalkan Ibu. Shalat pun dilakukan dengan berjamaah, Bapak menjadi imam dengan membisikan bacaan di telinga Ibu.
Pasangan yang begitu mencintai orang yang ia cintai dan ia pun dicintai oleh orang yang mencintainya. Sebuah cinta sejati yang dipisahkan sampai ajal menjemput. Sebuah cinta yang memberikan begitu banyak inspirasi bagi pasangan muda yang sedang belajar membangun dan mencari bentuk cinta sejati. Kisah suami yang sangat memperhatikan kebutuhan istrinya, apa yang diinginkan istrinya, apa yang diharapkan istrinya dengan landasan ingin membuat istrinya bahagia dan sangat tidak menginginkan istrinya terluka. Suami yang berusaha untuk selalu memahami dan melayani istri dengan sangat baik. Istri yang penuh perhatian, penyayang, mengutamakan kepentingan keluarga membuat sebuah rumah tangga yang sakinah, mawaddah dan rahmah.
Pasangan muda jaman sekarang dihadapkan dengan situasi modernisasi dan terpaan media yang luar biasa. Sehingga materi menjadi ukuran dalam menentukan kehidupan rumah tangga. Ekonomi merupakan pilar sangat penting dalam membangun bangunan rumah tangga yang kuat. Pilar lain yang sangat penting adalah komitmen, pengertian, saling percaya, saling melengkapi, kasih sayang dan cinta antara suami dan istri. Suami harus selalu belajar untuk menjadi suami yang menjadi panutan dan suri tauladan anak dan istri. Suami harus ringan tangan dalam mengerjakan urusan rumah tangga mulai dari mencuci, menyapu, mengepel, memasak, menjaga anak, berbelanja kebutuhan rumah tangga dan membereskan rumah. Suami yang bisa diandalka oleh anak dan istri. Bukan suami yang hanya terampil menyuruh, membentak, marah bila melihat sesuatu di rumah yang tidak menyenangkan hatinya. Inti dari keharmonisan dan keutuhan rumah tangga ada di tangan suami. Istri hanya mengisi kerangka yang sudah dibuat oleh suami, istri hanya sebagai pelaksana harian. Suami yang memiliki visi dan misi berumah tangga yang kokoh dilandasi oleh keinginan membuat rumahku syurgaku akan berjuang dalam mendidik anak istrinya untuk taat pada Allah SWT.

Post a Comment

Jangan Lupa untuk selalu komen di blog yunusst

Previous Post Next Post