Pemerintahan Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) terhitung berhasil menjalankan larangan ekspor bijih nikel dan mengembangkan hilirisasi di dalam negeri. Terbukti, nilai ekspor nikel berhilirisasi mampu menghasilkan angka yang fantastis.
Tercatat nilai ekspor nikel pada tahun 2022 tembus hingga US$ 33 miliar atau mencapai Rp 514,3 triliun. Realisasi itu naik signifikan dari yang tahun 2021 mencapai US$ 20,9 miliar, bahkan dari tahun 2018-2019 yang hanya US$ 3,3 miliar.
Tak sampai di situ, Deputi Bidang Koordinasi Investasi dan Pertambangan Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves), Septian Hario Seto menargetkan, pada tahun 2023 ini, nilai tambah dari hilirisasi nikel di dalam negeri bisa naik lagi, ditargetkan mencapai US$ 38 miliar atau Rp592,2 triliun (kurs Rp15.585 per US$) pada tahun 2023. "(Tahun ini) sekitar US$ 35-38 miliar," kata Seto kepada CNBC Indonesia, beberapa waktu yang lalu.
Dia juga menyebutkan bahwa melonjaknya target nilai tambah hilirisasi nikel dipicu oleh bertambah pula volume ekspor produk hasil turunan nikel. "Iya," tandas Seto, saat ditanya mengenai apakah target tersebut turut dipicu oleh bertambahnya volume ekspor nikel di tahun 2023.
Sebagaimana diketahui, pengembangan hilirisasi nikel di dalam negeri mendapatkan pertentangan dari berbagai pihak, apalagi kebijakan larangan ekspor mineral mentah (ore) atau bijih seperti nikel.
Belum lama, Dana Moneter Internasional (International Monetary Fund/IMF) meminta Pemerintah Indonesia untuk mempertimbangkan penghapusan secara bertahap kebijakan larangan ekspor nikel dan tidak memperluasnya untuk komoditas lain.
Tak hanya itu, Paparan IMF ini diungkapkan dalam Article IV Consultation, IMF menilai kebijakan hilirisasi perlu mempertimbangkan masalah analisa biaya dan manfaat. IMF mengingatkan agar kebijakan hilirisasi menimbulkan rambatan negatif bagi negara lain.
Yang terbaru, Uni Eropa (UE) kembali memberikan tekanan terhadap aksi pemerintah Indonesia yang mengajukan banding gugatan atas kekalahan gugatan di Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade Organization/WTO). Uni Eropa meluncurkan Enforcement Regulation untuk meminta konsultasi kepada stakeholder seperti industri pengguna bijih nikel dari Indonesia.
Jika Enforcement Regulation terindikasi adanya case kerugian pada industri di Uni Eropa atas kebijakan negara lain seperti Indonesia. Maka Uni Eropa akan menerapkan kebijakan balasan seperti memberikan bea masuk pada barang-barang impor dari Indonesia.
Sebelumnya, Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) kelihatan tak gentar dengan ancaman-ancaman dari Uni Eropa maupun IMF itu. Beberapa kali,
Presiden Jokowi menegaskan bahwa pihaknya akan melanjutkan pelarangan ekspor mineral mentah ke luar negeri.
Jokowi mengungkapkan larangan ekspor nikel mentah telah membuat Indonesia mendapatkan lompatan nilai tambah yang signifikan. Dari yang sebelumnya hanya berkisar Rp17 triliun menjadi Rp360-an triliun pada 2021 dan mencapai Rp 512 triliun pada 2022.
"Ini baru nikel, bauksit kemarin kita umumkan di Desember setop juga mulai Juni 2023 dan akan kita industrialisasikan di dalam negeri saya gak tahu lompatannya tapi kurang lebih Rp20 menjadi Rp60 - Rp70 triliun," tandas Jokowi.
Post a Comment
Jangan Lupa untuk selalu komen di blog yunusst