Tito Karnavian, Jenderal Intelektual Dengan Segudang Prestasi


Sejak mulai dibangku sekolah, Jenderal Tito Karnavian sudah menunjukan keunggulan akademisnya. Saat di SMP dan SMA ia telah menjadi bintang kelas. Ranking satu dan dua jadi langganan bagi Perwira Tinggi Polri ini.
 
Berkat kepandaianya itu, mengantarkan Tito menembus empat perguruan tinggi ternama yakni Fakultas Kedokteran Universitas Sriwjaya, Hubungan Internasional Universitas Gajah Mada, dan Sekolan Tinggi Akuntansi Negara (STAN) Jakarta. Namun, ia lebih memilih Akabri bagian Akademi Kepolisian tahun 1987. Dimana ia berada, sama seperti saat sekolah, Tito meraih Adhi Makayasa sebagai lulusan terbaik Akpol 1987.
 
Untuk mengisi wawasan akademisnya, kemudian dia melanjutkan pendidikan di Universitas Exter di Inggris di tahun 1993 dengan gelar MA bidang Kepolisian.
 
Lalu tahun 1996 ia memperoleh gelar Strata 1 di Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK) dengan predikat Bintang Wiyata Cendikia alias lulusan terbaik PTIK. Begitupun saat dirinya menempuh pendidikan di Lemhanas di tahun 2011 juga mendapat predikat lulusan terbaik.
 
Melengkapi  sisi intelektual, Jenderal Polisi asal Palembang, Sumatera Selatan ini meraih gelar Profesor dibidang terorisme dan dikukuhkan sebagai Guru Besar Bidang Ilmu Kepolisian Studi Strategis Kajian Kontra Terorisme di STIK-PTIK di tahun 2017.
 
Jejak karir cemerlang  Tito tak lepas dari torehan prestasinya saat menjadi Perwira Kepolisian dalam mengungkap kasus besar. Di tahun 2000 hingga 2002 saat ia menjabat Kasat Serse Polda Metro Jaya berhasil mengungkap kasus bom di Kedubes Philipina (2000), bom Bursa Efek Jakarta (2001), bom malam natal (2001) dan bom di Plaza Atrium Senen.
 
Ketika Tito dengan pangkat Kompol , dia memimpin tim kecil bernama Cobra yang berhasil menangkap otak pelaku pembunuhan hakim Saifudin Kartasasmita. Ketika itu, Kapolri Jenderal Surojo Bimantoro menaikan pangkat Tito satu tingkat menjadi AKBP.
 
Dengan pangkat AKBP ia kemudian menjabat Kasat Serse Keamanan Negara (Kamneg) di Polda Metro Jaya. Pengungkapan besar seperti bom digedung DPR MPR (2003), bom di Bandara Soekarno Hatta (2003), bom JW Marriot (2003), kasus pembunuhan Direktur PT Asaba oleh kelompok Gunawan Santosa, bom di Cimanggis Depok (2004), bom di Kedubes Australia (2004) bom Bali II (2005) dan bom di pasar Tentena, Poso (2005) berhasil dia ungkap.
 
Puncaknya, saat bersama kompatriotnya Idham Aziz yang saat ini menjabat Kabareskrim berhasil melumpuhkan gembong teroris Azhari Husin alias Dr Azhari di Batu, Malang, Jawa Timur pada 9 November 2005. Saat itu Tito kembali mendapatkan lagi Kenaikan Pangkat Luar Biasa (KPLB) menjadi Komisaris Besar (Kombes) dari Kapolri Jenderal Sutanto.
 
Pengakuan dunia internasional juga diraihnya ketika menjabat sebagai Kepala Sub Detasemen (Kasubden) Intelijen Densus 88 Antiteror Mabes Polri ditahun 2006 hingga 2009). Sebut saja, Terorism Course British High Commissioner di Singapura (2005); Maritime Security Conference and Course di Kuala Lumpur, Malaysia (2006); National Tactical Officers Association (NTOA) Conference and Course di Los Angles (2006); Short Course on Radicalisation by Australian Forgein Affairs and Trade, Sydney Australia (2010).
 
Dari banyak catatan, melejitnya karir Tito di Kepolisian sejalan dengan kemampuannya menggalang kerjasama tim untuk mengungkap berbagai kejahatan. Sebut saja kasus korupsi Bulogate, hingga kasus pengemboman dan tindak pidana terorisme. Mulai dari bom buku sampai bom di Kedubes Australia sampai membongkar jaringan terorisme di Poso dan separatis Papua.

Saat menjadi Kapolri, kebijakan mendasar Promoter (Profesional Modern dan Terpercaya) dilakukannya dan ini sangat berpengaruh di internal Kepolisian. Tito paham betul bagaimana meningkatkan kompetensi SDM Polri agar kian berkualitas melalui kapasitas pendidikan dan pelatihan berdasarkan prosedur baku yang sudah dipahami, dilaksanakan dan dapat diukur keberhasilannya.
 
Tito mendorong Kepolisian modern. Melakukan modernisasi dalam layanan publik yang didukung teknologi sehingga semakin mudah dan cepat diakses oleh masyarakat ,termasuk kebutuhan Alat Material Khusus (Almatsus) dan Alat Perlengkapan Keamanan (Alpakam) yang modern. Reformasi internal dilakukan demi menuju polisi yang bersih dan bebas dari KKN sehingga terwujudnya penegakan hukum yang objektif, transparan, akuntabel dan berkeadilan

Post a Comment

Jangan Lupa untuk selalu komen di blog yunusst

Previous Post Next Post