Jakarta—Neno
Warisman membaca puisi di malam Munajat 212 di Monas. Puisi itu beredar
luas di media sosial dan memicu perdebatan, karena salah satu bagian
dalam puisi itu dianggap netizen memaksa Tuhan dalam berdoa. Berikut
puisi lengkap Neno Warisman yang kami salin dari video puisi yang
tersebar di media sosial:
Puisi Munajat 212
Puisi
munajat kuhantarkan kepadamu wahai berjuta-juta hati yang ada di sini.
Engkau semua bersaudara dan kita bersaudara bersambung terekam bergabung
bagai kalung lentera semesta.
Sorot mata
kalian bersinar, wahai saudara, mencabik-cabik keraguan,
meluluhlantahkan kesombongan, karena mata-mata kalian nan jernih,
mengabarkan pesan kemenangan yang dirindukan, Insya Allah, pasti datang.
Allahu Akbar
Kemenangan
qalbu yang bersih, kemenangan akal sehat yang jernih, kemenangan
gerakan-gerakan yang berkiprah tanpa pamrih, dari dada ini telah bulat
tekad baja, kita adalah penolong-penolong agama Allah, jangan halangi,
jangan sanggah, jangan politisasi, sebab ini adalah hati nurani, dari
mulut-mulut kita telah terlantun shalawat, dzikir, dan doa bergulir,
mengalir searah puturan bintang-bintang bertriliun banyaknya, tersatukan
dalam munajat 212. Milyaran matahari itu saudaraku, merekatkan diri,
menjadi gumpalan kabut cahaya raksasa di semesta, bukti kebesaran
Allah ‘Azza wa Jalla, begitulah kita saudaraku.
Harusnya
kita saling merekat, wahai para pejuang fi sabilillah di jalannya, ayo
munajat, ayo rekatkan umat, jadikan barisan-barisanmu kuat dan saling
rekat, rekatkan indonesiamu, rekatkan jiwa-jiwamu, rekatkan langkah dan
tindakanmu.
Ya Allah,
berjuta tangan para pejuang agamamu ini, mengepalkan tinju mereka,
berseru-seru mereka, menderu-deru mereka di setiap jengkal udara, hingga
terlahir takbir kemenangan. Kemenangan di ujung lelah, menggema. Takbir
bersahut-sahutan. Berjuta sajadah akan kita hamparkan sebentar lagi
kawan, berjuta kepala, menangis bersujud, bersyukur, basah air mata
dalam bahagia kemenangan, sebentar lagi tiba.
Allahumma
inni a’udzubika min jahdil bala wa darqil syaqa, wa suil qada’, wa
syamadatil a’da’, jauhkan kami dari bala musibah, yang tak dapat kami
atasi, lindungi kami dari kegembiraan orang-orang yang membenci kami,
rekatkan jiwa-jiwa patriot kami dalam keikhlasan, di nadi-nadi kami, di
jantung-jantung kami, di pundak-pundak kami, di jari-jari kami yang
telah memilih untuk hanya selalu berdua, kita dan Allah Azza wa Jalla,
selalu berdua, kita dan Rasulullah kekasih semesta, selalu berdua, kita
dan saudara mukmin saling menjaga, selalu berdua, kita dan pemimpin yang
membela hak-hak umat seutuhnya.
Duhai Allah
Rabb, jangan Kau jadikan hati kami bagai si penakut-penakut, pengecut,
sebab kami terlahir di tanah para pahlawan yang berani yang rela
mengorbankan jiwa raga, harta dan segalanya. Jangan jadikan hati kami
lalai dan gentar, karena kami lahir dan besar dibimbing para ulama kami
yang sabar, menetap jantung-jantung kami untuk menjadi pendekar yang
berani berpihak pada yang benar.
Duhai Allah
jangan Kau jadikan hatikan kami tertutup dari cahaya terang
kebenaran-Mu, yang menyala di malam-malam munajat saat Engkau turun ke
jagat dunia telah engkau bersaksikan kami tegak berdiri Ya Allah, kami
meminta menangis, hingga basah sekujur diri kepada-Mu, seluruh harapan
kami dambakan, akan Engkau tolong atau Engkau binasakan, akan Engkau
menangkan atau Engkah lantakkan, itu hak-Mu.
Namun kami
mohon, jangan serahkan kami kepada mereka, yang tidak memiliki kasih
sayang kepada kami dan anak-cucu kami. Dan jangan Engkau tinggalkan
kami, dan menangkan kami, karena jika Engkau tidak menangkan kami
khawatir Ya Allah, kami khawatir Ya Allah, tak ada lagi yang
menyembah-Mu, ya Allah, izinkan kami, memiliki generasi yang dipimpin
oleh pemimpin terbaik dengan pasukan terbaik untuk negeri adil dan
makmur terbaik, takdirkanlah bagi kami generasi yang dapat kami
andalkan, untuk mengejar nubuah kedua, wujud dan nyata, dan lahirnya
sejuta al-Fatih di bumi Indonesia.
Allah Rabb,
puisi munajat ini kubaca bersama saudara-saudaraku, mujahid-mujahidah,
yang datang berbondong-bondong dari segala arah, maka inilah puisi
munajat, mengetuk-ngetuk pintu langit-Mu, bersimpuh di belantaran
keprihatinan atas ketidakadilan, atas kesewenag-wenangan, atas
kebohongan demi kebohongan, atas ketakutan dan ancaman yang
ditebar-tebarkan, atas kepongahan dalam kezaliman, yang dipamer-pamerkan
dalam pertunjukan kekuasaan yang mengkerdilkan Tuhan, yang menantang
kuasa Tuhan, yang tidak percaya bahwa Tuhan pembalas sempurna.
Ya Rabb, engkaulah yang memiliki kekuasaan mutlak di seluruh jagat ini.
Allah, ini
puisi munajat yang mengetuk-ngetuk pintu langit-Mu, turunkanlah Malaikat
berbaris-baris, dan burung-burung ababil, dan semut-semut pemadam api
Ibrahim, munajat penuh harap menurunkan pertolongan yang dijanjikan bagi
yang terdera, bagi pemimpin yang terfitnah, bagi ulama yang di penjara,
bagi pejuang yang terus dihadang-hadang, bagi pembela keadilan yang di
gelandang ke bilik-bilik persakitan.
Kemudian membaca “Shalawat Asyghil”
Untuk hari
depan yang lebih baik, untuk kepemimpinan yang berpihak pada rakyat,
bersama-Mu dan bersama Rasul-Mu dalam ketinggian titah-Mu, kami
bermunajat, keluarkan kami dari gelap, keluarkan kami dari gelap,
keluarkan kami dari gelap, Amin, Allahumma Amin ya Rabbal ‘Alamin.
Post a Comment
Jangan Lupa untuk selalu komen di blog yunusst