Bogor Berlakukan Jam Malam, Polisi Bubarkan Remaja dan Pelajar Nongkrong

BOGOR–Kenakalan oknum pelajar dan remaja Bogor sudah sangat mengkhawatirkan. Teranyar, tawuran pelajar menewaskan Yudi Saputra (18), siswa SMK PGRI 2 Kota Bogor.

Kemudian di waktu malam, banyak remaja bergerombol menggunakan motor hingga berujung pada aksi-aksi negatif. Atas kondisi ini, Muspida Bogor mem­berlakukan jam malam.

Aturan tersebut kini tengah digodok Pemkot dan Polresta Bogor Kota. Jam malam yang dimaksud adalah menindak para pelajar dan remaja yang berkeliaran di atas pukul 22.00 WIB tanpa tujuan yang jelas.

Sasarannya: mereka yang berkelompok, nongkrong di tempat-tempat tertentu dan dicurigai dapat melakukan aktivitas negatif. ”Perlu segera disepakati jam malam bagi pelajar ini,’’ cetus Wakil Wali Kota Bogor, Usmar Hariman kepada Radar Bogor, kemarin (3/1).

Pemkot, kata Usmar, akan menyiapkan dasar hukum pemberlakuan jam malam tersebut, yang nantinya bisa melalui peraturan wali kota (perwali) maupun peraturan daerah (perda).

”Kalau memang sudah sangat gawat dan agar mudah pengawasannya. Ini harus kesepakatan bersama. Buat perwali atau perda dengan mempertimbangkan kesepakatan jam malam,’’ jelasnya.

Meski begitu, Usmar menegaskan bahwa pemberlakuan jam malam bagi pelajar saja belum cukup. Peran masyarakat untuk siskamling perlu digalakkan kembali. Kemudian, sosialisasi kepada para orang tua juga perlu dilakukan secara masif agar sigap mencegah anak-anaknya berkeliaran pada malam hari.

PENCEGAHAN: Petugas Polres Bogor melakukan upaya pencegahan tawuran ke sejumlah sekolah. Salah satunya di SMK Tri Daya Cibinong, kemarin (3/1).

Usmar juga meminta kepada pihak-pihak dan pengelola tempat yang rawan dijadikan aksi kriminalitas untuk meningkatkan pengawasan. Seperti halnya kawasan permukiman elite Bogor Nirwana Residence (BNR) yang perlu memiliki satgas keamanan khusus. Terlebih, seorang pelajar SMA tewas di kawasan BNR pada akhir Desember lalu.

Tak hanya Pemkot Bogor, usulan pemberlakuan jam malam juga dilontarkan Wakil Ketua Komisi A DPRD Kota Bogor, Najamudin. Kebijakan itu perlu diterapkan pada pelajar dan remaja tanggung. ”Arahkan agar mereka (remaja tanggung) tidak berkumpul di jalanan,’’ kata Najamudin kepada Radar Bogor.

Dia berharap, Pemkot Bogor serta stakeholder melakukan kajian secara komprehensif soal permasalahan aksi kriminalitas malam hari. Anggota DPRD Fraksi PKS ini mengatakan bahwa penanganan kriminalitas remaja hanya dilakukan saat peristiwa terjadi.

Padahal, menurutnya, sejak jauh-jauh hari pemkot bersama instansi terkait bisa melakukan langkah antisipasi dengan cara-cara tertentu. ”Mestinya pemda menyelesaikan masalahnya tidak sebatas pas ada insiden saja. Tapi, menyelesaikan akar masalahnya,” kata Najamudin.

Kapolresta Bogor Kota Kombes Pol Ulung Sampurna Jaya mengaku siap dan sepakat dengan pemberlakuan jam malam tersebut. Ulung bahkan siap mendukung dengan membubarkan gerombolan remaja tanggung yang nongkrong di tepian jalan saat malam.

”Untuk mengantisipasinya kami melakukan operasi skala besar, kegiatan kepolisian yang ditingkatkan, dengan melaksanakan razia di atas jam 00.00 WIB,’’ jelasnya.

Di tempat terpisah, Kriminolog Universitas Indonesia (UI), Iqrak Sulhin, menilai pemberlakuan jam malam dengan membubarkan masyarakat yang nongkrong larut malam bisa sangat efektif. Langkah itu dipandang bisa dengan cepat menekan angka kriminalitas di malam hari.

”Potensi mereka untuk melakukan kekerasan lagi bisa ditekan. Plusnya, dia bisa menekan dengan cepat, tapi minusnya dia tidak sampai pada akar permasalahan,’’ ujarnya kepada pewarta, kemarin.

Menurut Sulhin, kekerasan yang dilakukan secara kolektif sangat erat kaitannya dengan gerombolan massa. Sebab, gerombolan itu modal awal untuk melakukan aksi kriminalitas. Maka itu, dalam jangka pendek kepolisian dituntut memberikan perhatian terhadap tempat-tempat yang rawan terjadi tindakan kriminalitas.

Untuk menyelesaikan perkara secara jangka panjang, Polresta Bogor Kota perlu mengetahui apa yang menjadi latar belakang remaja Bogor hobi melakukan aksi kriminal di malam hari.

“Kalau dalam kriminologi, kekerasan itu karena ada motif personal. Dengan adanya sengketa dalam pergaulan. Bisa karena dendam, utang, atau relasi yang tidak baik dalam pertemanan,” papar Sulhin.

Terpisah, Ketua Satgas Pelajar Kota Bogor, Muhammad Iqbal mengungkapkan, Kota Bogor masih belum steril dari aksi kenakalan remaja. Terlebih, aksi tawuran pelajar masih mendominasi. Pihaknya mencatat, tahun ini ada tiga kasus aksi tawuran pelajar. Sementara tahun-tahun sebelumnya, 2015 dan 2016, masing-masing ada delapan kasus tawuran.

Iqbal mengatakan, untuk mensterilkan Kota Bogor dari aksi tawuran pelajar, perlu adanya sinergi antara orang tua murid dan sekolah. “Orang tua harus selalu komunikasi dengan anak. Begitu juga dengan sekolah sebagai tempat membina anak,” paparnya.

Di bagian lain, peristiwa tewasnya pelajar SMK PGRI 2 Bogor, Yudi Saputra, akibat tawuran di Citeureup Selasa (2/1) lalu, membuat Muspika Cibinong bersama Satgas Pelajar sidak ke beberapa sekolah. Salah satunya di SMK Tri Daya Cibinong.

Kapolsek Cibinong Kompol Hida Tjahjono mengatakan, kurangnya disiplin dan lemahnya tenaga pengajar membuat siswa menjadi rawan tawuran. Apalagi, jika ditambah dengan banyaknya jam pelajaran sekolah yang kosong. Sehingga para siswa yang berangkat dari rumah tidak menuju ke sekolah.

”Hal itu kadang dibiarkan, yang penting siswa bayar SPP dan sekolah sepertinya cuma jual ijazah saja, ini juga terjadi di kebanyakan sekolah swasta yang rawan tawuran di wilayah Kota Bogor,’’ ujarnya kepada Radar Bogor.

Menurutnya, jika tawuran pelajar terus dibiarkan, bisa menjadi cikal bakal munculnya tawuran antarkelompok. Untuk itu, saat melakukan sidak pihaknya memeriksa tas siswa, handphone hingga lingkungan sekolah yang mungkin dijadikan tempat persembunyian senjata tajam.

”Kami memberikan pemahaman kepada para siswa bahwa menguasai senjata tajam saja sudah ada ancaman hukuman pidananya, apalagi digunakan untuk melukai orang lain,” tuturnya.

Selain kegiatan preemtif tersebut, Muspika Cibinong juga melakukan kegiatan preventif dan represif dengan pola pembubaran para pelajar yang berkumpul secara bergerombol pada jam sekolah atau di luar jam sekolah.

Hida mengaku, secara represif tercatat pada 2016 pihaknya sudah menjebloskan dua pelajar pelaku pembunuhan yang terjadi pada saat tawuran pelajar di sekitar perempatan Nanggewer. “Kami gunakan pasal-pasal dalam Undang-Undang Peradilan Anak dengan rata-rata vonis di atas tujuh tahun penjara,” tukasnya.

Kasat Sabhara Polres Bogor AKP Anton Indra Gunawan menuturkan, Polres Bogor kini intensif melakukan patroli sejak siang hingga malam hari untuk mencegah terjadinya kerawanan kamtibmas. Polisi juga akan berkolaborasi dengan TNI, Satpol PP, pemerintah, dan tokoh masyarakat untuk melaksanakan patroli bersama.

Jadi, bila ada pelajar yang kedapatan tawuran akan diamankan ke polres atau polsek untuk dipanggil orang tuanya serta pihak sekolah yang terlibat dalam tawuran tersebut. “Patroli itu kami lakukan hingga ke perbatasan antara Kota Bogor dan Kabupaten Bogor,’’ katanya.

Bagi pelajar atau warga yang kedapatan membawa senjata tajam, lanjut Anton, akan ditindaklanjuti secara hukum dengan dikenakan UU Darurat Nomor 12 Tahun 1951.

Hal itu dilakukan guna memberikan efek jera sekaligus menjadi contoh bagi masyarakat luas untuk tidak sembarang membawa senjata tajam. ”Bila terbukti tawuran dan melakukan kekerasan secara bersama-sama di muka umum, dapat dijerat pasal 170 KUHP,’’ tegasnya.

Ketua Satgas Pelajar Kabupaten Bogor Amsohi menambahkan, sebenarnya wilayah Cibinong hanya menjadi lokasi terjadinya tawuran antarpelajar. Sebab, para pelajar yang kedapatan tawuran selalu berasal dari sekolah di wilayah Kota Bogor.

Karena itu, dirinya sudah berkoordinasi dengan Dinas Pendidikan Kota Bogor. Namun tetap saja, kebijakan berada di Balai Pengawasan Pelayanan Pendidikan Provinsi Jawa Barat karena menyangkut SMA/SMK. ”Harus ada formulasi baru dari Balai, karena meski antara satgas Kota dan Kabupaten Bogor telah terpadu, tapi ada juga kejadian yang di luar dugaan,’’ ungkapnya.

Pernyataan itu diamini Wakil Ketua DPRD Kabupaten Bogor Ade Yasin. Ade menilai perlu adanya perhatian dan penanganan yang serius dari berbagai pihak. ”Anak sekolah bukan hanya tanggung jawab di sekolah, peran yang terpenting adalah perhatian orang tua,’’ ujarnya.(rp2/fik/d)

Post a Comment

Jangan Lupa untuk selalu komen di blog yunusst

Previous Post Next Post