"Cina anjing ... "

"Cina anjing ... " Begitulah teriak seorang anggota DPRD kepada Gubernur DKI dalam proses mediasi di Kemendagri. Berita di media sosial menengarai teriakan itu datang dari mulut Haji Tubagus Arif, S. Ag. (Sarjana Agama, Sodara-sodara!), anggota DPRD DKI dari Partai Keadilan Sejahtera.
Ucapan, 'Cina, Lu' sendiri sering dipakai untuk menghina etnik Cina di Indonesia. Pengertiannya tidak sekedar kulit kuning dan mata sipit tetapi juga serakah (karena dianggap kaya dan kekayaannya diperoleh dengan cara tidak adil) dan kafir.
Sementara 'Anjing, Lu' adalah makian yang sangat kasar.
Dengan menggandakan hinaan ini, politisi ini seakan menyatakan keyakinan moralnya. Orang seperti Ahok tidak sederajat dengan dirinya karena (1) dia Cina; (2) dia sederajat anjing.
Sikap dan keyakinan seperti ini bukan sesuatu yang aneh di negeri ini. Orang menjadi makin eksklusif. Mereka tidak saja menolak apa saja yang dianggap bukan bagian dari identitasnya. Mereka juga merasa berhak untuk melontarkan hinaan sekeji-kejinya.
Ironisnya, bangunan argumen yang dipakai oleh DPRD DKI untuk menentang Ahok adalah bahwa dia tidak tahu etika dan tidak tahu sopan santun. Tapi kita lihat sendiri, apakah tingkahlaku anggota DPRD ini beretiket dan santun?
Sisi yang baik adalah bahwa Ahok kabarnya menyerap hinaan itu dengan mengatakan, "Daging anjing itu enak ..."
Tapi kita tahu dimaki 'Anjing" itu tidak enak. Begitu juga untuk etnik Cina yang dihina kecinaannya.
Dan sesungguhnya mulut anjing jauh lebih santun daripada mulut politisi ini.
* Made Supriatma

Post a Comment

Jangan Lupa untuk selalu komen di blog yunusst

Previous Post Next Post