Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab
--------------------------------------------------------------------------------
Firman Allah Ta'ala:
"Katakan kepadaku (wahai kaum musyrikin) tentang (kedua berhala yang kamu anggap anak-anak perempuan Allah) Al-Lat dan Al-'Uzza; dan yang lain, yang ketiga yaitu: Manat. Apakah (patut) untuk kamu (anak) laki-laki dan untuk Allah (anak) perempuan? Yang demikian itu tentulah suatu pembagian yang tidak adil. Itu tidak lain hanyalah nama-nama yang diada-adakan oleh kamu dan bapak-bapak kamu; Allah tidak menurunkan suatu keteranganpun untuk (menyembah)nya. Mereka tidak lain hanyalah mengikuti sangkaan-sangkaan dan apa yang diingini oleh hawa nafsu mereka; padahal sesungguhnya telah datang kepada mereka petunjuk dari Tuhan mereka." (An-Najm: 19-23)
Al-Lat, Al-'Uzza dan Manat adalah nama berhala-berhala yang dipuja orang Arab Jahiliyah dan dianggapnya sebagai anak-anak perempuan Allah.
Abu Waqid Al-Laitsi menuturkan:
"Suatu saat kami pergi keluar bersama Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam ke Hunain, sedang kami dalam keadaan baru saja lepas dari kekafiran (masuk Islam). Ketika itu orang-orang musyrik mempunyai sebatang pohon bidara yang disebut Dzat Anwath, mereka selalu mendatanginya dan menggantungkan senjata-senjata perang mereka pada pohon itu. Tatkala kami melewati sebatang pohon bidara, kami pun berkata: "Ya Rasulullah buatkanlah untuk kami Dzat Anwath sebagaimana mereka itu mempunya Dzat Anwath. Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Allahu Akbar. Itulah tradisi (orang-orang sebelum kamu). Dan demi Allah yang diriku hanya berada di Tangan-Nya, kamu benar-benar telah mengatakan suatu perkataan seperti yang dikatakan oleh Bani Israil kepada Musa (buatkanlah untuk kami sesembahan sebagaimana mereka itu mempunyai sesembahan-sesembahan, Musa menjawab: Sungguh, kamu adalah kaum yang tidak mengerti). Pasti kamu akan mengikuti tradisi orang-orang sebelum kamu." (HR At-Tirmidzi dan dinyatakan shahih)
Kandungan tulisan ini:
Tafsiran ayat dari surah An-Najm, dalam ayat ini Allah menyangkal tindakan kaum musyrikin yang tidak rasional, karena mereka menyembah ketiga berhala tersebut yang tidak dapat mendatangkan manfaat dan tidak pula dapat menolakkan suatu madharat. Dan Allah mencela tindakan dzalim mereka dengan memilih untuk diri mereka jenis yang baik dan memberikan untuk Allah jenis yang buruk dalam anggapan mereka. Tindakan mereka itu semua hanyalah berdasarkan sangkaan-sangkaan dan hawa nafsu, tidak berdasarkan sama sekali pada tuntunan para rasul yang mengajak umat manusia untuk beribadah hanya kepada Allah dan tidak beribadah sedikitpun kepada selain-Nya.
Mengetahui bentuk permintaan mereka. Yaitu mereka meminta dibuatkan Dzat Anwath sebagaimana yang dipunyai oleh kaum musyrikin, untuk diharapkan berkahnya.
Bahwa mereka belum melakukan apa yang mereka minta itu.
Dan maksud mereka dengan permintaan itu adalah untuk mendekatkan diri kepada Allah, karena mereka beranggapan bahwa Allah menyenanginya.
Apabila mereka tidak mengerti hal ini, maka selain mereka lebih tidak mengerti lagi.
Mereka memiliki kabaikan-kebaikan dan jaminan maghfirah yang tidak dimiliki oleh orang-orang selain mereka.
Bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam tidak menerima alasan mereka. Bahkan beliau menyangkal mereka dengan bersabda: "Allahu Akbar. Itulah tradisi orang-orang sebelum kamu. Pasti kamu akan mengikuti tradisi orang-orang sebelum kamu." Beliau bersikap keras terhadap permintaan mereka itu dengan ketiga kalimat ini.
Permasalahan penting, dan inilah yang dimaksud, yaitu: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam memberitahu bahwa permintaan mereka itu seperti permintaan Bani Israil tatkala mereka berkata kepada Musa: "Buatkanlah untuk kami sesembahan sebagaimana mereka itu mempunyai sembahan-sembahan."
Pengingkaran terhadap hal tersebut adalah termasuk diantara pengertian "Laa ilaha illa Allah" yang sebenarnya. Dan ini belum dimengerti dan dipahami oleh mereka yang baru masuk Islam itu.
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menggunakan sumpah dalam menyampaikan petunjuknya, dan beliau tidak berbuat demikian kecuali untuk suatu maslahat.
Bahwa syirik ada yang akbar dan ada pula yang ashghar, karena mereka tidak menjadi murtad dengan permintaan mereka itu.
Kata-kata Abu Waqid Al-Laitsi: "...sedang kami dalam keadaan baru saja lepas dari kekafiran (masuk Islam)..." menunjukkan bahwa para sahabat selain mereka, mengerti bahwa perbuatan mereka termasuk syirik.
Bertakbir ketika merasa heran atau mendengar sesuatu yang tidak patut diucapkan dalam agama, berlainan dengan pendapat orang yang menyatakannya makruh.
Harus ditutup segala pintu menuju perbuatan syirik.
Dilarang meniru atau melakukan sesuatu perbuatan yang menyerupai perbuatan orang-orang jahiliyah.
Boleh marah ketika menyampaikan pelajaran.
Kaidah umum, bahwa diantara umat ini ada yang melakukan perbuatan syirik dan mengikuti tradisi-tradisi umat sebelumnya; berdasarkan sabda beliau: "Itulah tradisi orang-orang sebelum kamu..." dst.
Ini adalah salah satu dari tanda kenabian, karena terjadi sebagaimana yang beliau beritakan.
Celaan yang ditujukan Allah kepada orang-orang Yahudi dan Nasrani, yang terdapat dalam Al-Qur'an, berlaku pula untuk kita.
Menurut mereka (para sahabat) sudah menjadi ketentuan bahwa amalan-amalan ibadah harus berdasarkan pada perintah Allah (bukan mengikuti keinginan, pikiran atau hawa nafsu sendiri). Dengan demikian, hadits tersebut di atas mengandung suatu isyarat tentang hal-hal yang akan ditanyakan kepada manusia dialam kubur. Adapun: "Siapakah Tuhan-mu?", sudah jelas; sedangkan "Siapakah Nabi-mu?" berdasarkan keterangan masalah-masalah ghaib yang beliau beritakan akan terjadi; dan "Apa agamamu?" berdasarkan pada ucapan mereka: "Buatkanlah untuk kami sembahan sebagaimana mereka itu mempunyai sembahan-sembahan..." dst.
Tradisi ahli kitab itu tercela, seperti halnya tradisi kaum musyrikin.
Bahwa orang yang baru saja pindah dari tradisi bathil yang sudah menjadi kebiasaan dirinya, tidak bisa dipastikan secara mutlak bahwa dirinya terbebas dari sisa-sisa tradisi tersebut; sebagai buktinya mereka mengatakan: "...sedang kami dalam keadaan baru saja lepas dari kekafiran (masuk Islam)." Dan mereka pun belum terlepas dari tradisi-tradisi kafir, karena kenyataannya mereka minta dibuatkan Dzat Anwath sebagaimana yang dipunyai oleh kaum musyrikin.
Dikutip dari buku: "Kitab Tauhid" karangan Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab.
Penerbit: Kantor Kerjasama Da'wah dan Bimbingan Islam, Riyadh 1418 H.
--------------------------------------------------------------------------------
Firman Allah Ta'ala:
"Katakan kepadaku (wahai kaum musyrikin) tentang (kedua berhala yang kamu anggap anak-anak perempuan Allah) Al-Lat dan Al-'Uzza; dan yang lain, yang ketiga yaitu: Manat. Apakah (patut) untuk kamu (anak) laki-laki dan untuk Allah (anak) perempuan? Yang demikian itu tentulah suatu pembagian yang tidak adil. Itu tidak lain hanyalah nama-nama yang diada-adakan oleh kamu dan bapak-bapak kamu; Allah tidak menurunkan suatu keteranganpun untuk (menyembah)nya. Mereka tidak lain hanyalah mengikuti sangkaan-sangkaan dan apa yang diingini oleh hawa nafsu mereka; padahal sesungguhnya telah datang kepada mereka petunjuk dari Tuhan mereka." (An-Najm: 19-23)
Al-Lat, Al-'Uzza dan Manat adalah nama berhala-berhala yang dipuja orang Arab Jahiliyah dan dianggapnya sebagai anak-anak perempuan Allah.
Abu Waqid Al-Laitsi menuturkan:
"Suatu saat kami pergi keluar bersama Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam ke Hunain, sedang kami dalam keadaan baru saja lepas dari kekafiran (masuk Islam). Ketika itu orang-orang musyrik mempunyai sebatang pohon bidara yang disebut Dzat Anwath, mereka selalu mendatanginya dan menggantungkan senjata-senjata perang mereka pada pohon itu. Tatkala kami melewati sebatang pohon bidara, kami pun berkata: "Ya Rasulullah buatkanlah untuk kami Dzat Anwath sebagaimana mereka itu mempunya Dzat Anwath. Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Allahu Akbar. Itulah tradisi (orang-orang sebelum kamu). Dan demi Allah yang diriku hanya berada di Tangan-Nya, kamu benar-benar telah mengatakan suatu perkataan seperti yang dikatakan oleh Bani Israil kepada Musa (buatkanlah untuk kami sesembahan sebagaimana mereka itu mempunyai sesembahan-sesembahan, Musa menjawab: Sungguh, kamu adalah kaum yang tidak mengerti). Pasti kamu akan mengikuti tradisi orang-orang sebelum kamu." (HR At-Tirmidzi dan dinyatakan shahih)
Kandungan tulisan ini:
Tafsiran ayat dari surah An-Najm, dalam ayat ini Allah menyangkal tindakan kaum musyrikin yang tidak rasional, karena mereka menyembah ketiga berhala tersebut yang tidak dapat mendatangkan manfaat dan tidak pula dapat menolakkan suatu madharat. Dan Allah mencela tindakan dzalim mereka dengan memilih untuk diri mereka jenis yang baik dan memberikan untuk Allah jenis yang buruk dalam anggapan mereka. Tindakan mereka itu semua hanyalah berdasarkan sangkaan-sangkaan dan hawa nafsu, tidak berdasarkan sama sekali pada tuntunan para rasul yang mengajak umat manusia untuk beribadah hanya kepada Allah dan tidak beribadah sedikitpun kepada selain-Nya.
Mengetahui bentuk permintaan mereka. Yaitu mereka meminta dibuatkan Dzat Anwath sebagaimana yang dipunyai oleh kaum musyrikin, untuk diharapkan berkahnya.
Bahwa mereka belum melakukan apa yang mereka minta itu.
Dan maksud mereka dengan permintaan itu adalah untuk mendekatkan diri kepada Allah, karena mereka beranggapan bahwa Allah menyenanginya.
Apabila mereka tidak mengerti hal ini, maka selain mereka lebih tidak mengerti lagi.
Mereka memiliki kabaikan-kebaikan dan jaminan maghfirah yang tidak dimiliki oleh orang-orang selain mereka.
Bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam tidak menerima alasan mereka. Bahkan beliau menyangkal mereka dengan bersabda: "Allahu Akbar. Itulah tradisi orang-orang sebelum kamu. Pasti kamu akan mengikuti tradisi orang-orang sebelum kamu." Beliau bersikap keras terhadap permintaan mereka itu dengan ketiga kalimat ini.
Permasalahan penting, dan inilah yang dimaksud, yaitu: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam memberitahu bahwa permintaan mereka itu seperti permintaan Bani Israil tatkala mereka berkata kepada Musa: "Buatkanlah untuk kami sesembahan sebagaimana mereka itu mempunyai sembahan-sembahan."
Pengingkaran terhadap hal tersebut adalah termasuk diantara pengertian "Laa ilaha illa Allah" yang sebenarnya. Dan ini belum dimengerti dan dipahami oleh mereka yang baru masuk Islam itu.
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menggunakan sumpah dalam menyampaikan petunjuknya, dan beliau tidak berbuat demikian kecuali untuk suatu maslahat.
Bahwa syirik ada yang akbar dan ada pula yang ashghar, karena mereka tidak menjadi murtad dengan permintaan mereka itu.
Kata-kata Abu Waqid Al-Laitsi: "...sedang kami dalam keadaan baru saja lepas dari kekafiran (masuk Islam)..." menunjukkan bahwa para sahabat selain mereka, mengerti bahwa perbuatan mereka termasuk syirik.
Bertakbir ketika merasa heran atau mendengar sesuatu yang tidak patut diucapkan dalam agama, berlainan dengan pendapat orang yang menyatakannya makruh.
Harus ditutup segala pintu menuju perbuatan syirik.
Dilarang meniru atau melakukan sesuatu perbuatan yang menyerupai perbuatan orang-orang jahiliyah.
Boleh marah ketika menyampaikan pelajaran.
Kaidah umum, bahwa diantara umat ini ada yang melakukan perbuatan syirik dan mengikuti tradisi-tradisi umat sebelumnya; berdasarkan sabda beliau: "Itulah tradisi orang-orang sebelum kamu..." dst.
Ini adalah salah satu dari tanda kenabian, karena terjadi sebagaimana yang beliau beritakan.
Celaan yang ditujukan Allah kepada orang-orang Yahudi dan Nasrani, yang terdapat dalam Al-Qur'an, berlaku pula untuk kita.
Menurut mereka (para sahabat) sudah menjadi ketentuan bahwa amalan-amalan ibadah harus berdasarkan pada perintah Allah (bukan mengikuti keinginan, pikiran atau hawa nafsu sendiri). Dengan demikian, hadits tersebut di atas mengandung suatu isyarat tentang hal-hal yang akan ditanyakan kepada manusia dialam kubur. Adapun: "Siapakah Tuhan-mu?", sudah jelas; sedangkan "Siapakah Nabi-mu?" berdasarkan keterangan masalah-masalah ghaib yang beliau beritakan akan terjadi; dan "Apa agamamu?" berdasarkan pada ucapan mereka: "Buatkanlah untuk kami sembahan sebagaimana mereka itu mempunyai sembahan-sembahan..." dst.
Tradisi ahli kitab itu tercela, seperti halnya tradisi kaum musyrikin.
Bahwa orang yang baru saja pindah dari tradisi bathil yang sudah menjadi kebiasaan dirinya, tidak bisa dipastikan secara mutlak bahwa dirinya terbebas dari sisa-sisa tradisi tersebut; sebagai buktinya mereka mengatakan: "...sedang kami dalam keadaan baru saja lepas dari kekafiran (masuk Islam)." Dan mereka pun belum terlepas dari tradisi-tradisi kafir, karena kenyataannya mereka minta dibuatkan Dzat Anwath sebagaimana yang dipunyai oleh kaum musyrikin.
Dikutip dari buku: "Kitab Tauhid" karangan Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab.
Penerbit: Kantor Kerjasama Da'wah dan Bimbingan Islam, Riyadh 1418 H.
Post a Comment
Jangan Lupa untuk selalu komen di blog yunusst